Jumat, 15 Juli 2011

Sistem Pemerintahan Bani Umayah Damaskus


E:\logo.jpg
cc
Mata Kuliah Sejarah Kebudayaan Islam
Disusun Oleh: Alfiyatus Sodiqoh (10410072)
 

Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
2011

Organisasi negara Daulah Umayah masih serupa dengan masa permulaan Islam, yaitu terdiri dari lima badan:
A.     An Nidhamus Siyasy (Organisasi Politik)
Organisasi Politik telah mengalami beberapa perubahan, dibanding dengan masa permulaan Islam seperti :
1.      Khilafah
Pemindahan kekuasaan kepada Muawiyah mengakhiri bentuk demokrasi, kekhalifahan menjadi monarkhi heridetis (kerajaan turun temurun). Pengangkatan ini dimulai dari sikap Muawiyah yang mengangkat anaknya, Yazid sebagai putra mahkota. Sikap Muawiyah seperti ini dipengaruhi oleh keadaan Syiria selama dia menjadi gubernur disana. Dia memang bermaksud mencontoh monarchi heridetis di Persia dan kekaisaran Byzantium.[1]Suksesi kepemimpinan secara turun temurun dimilai ketika Mu’awiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid.[2]
Pikiran tentang pengangkatan Yazid menjadi putera mahkota mulai timbul pada tahun  49 H. Sebagai gagasan dari Al Mughirah Ibnu Syu’bah.[3]
Kekuasaan oleh Muawiyah Bin Abi Sufyan telah mengakibatkan terjadinya perubahan dalam peraturan “Syura” yang menjadi dasar pemilihannya khulafaur Rasyidin. Jabatan khalifah beralih ke tangan Raja satu keluarga.
Segolongan kaum Muslimin membenarkan tindakan penyelewengan Mu’awiyah berdasarkan hadits:
“Akan memerintah setelah aku wafat nanti, Kepala Negara yang baik dengan kebaikannya dan Kepala Negara yang jahat dengan kejahatannya. Dengarlah dan patuhilah perintah-perintahnya yang sesuai dengan kebenaran. Kalau mereka berbuat baik, maka kebaikan itu untukmu dan untuk mereka, sedangkan kalau mereka berbuat jahat, maka kebaikan untukmu dan kejahatan untuk mereka. (Al-Hadits).
Penyelewengan semakin jauh setelah Mu’awiyah mengangkat anaknya Yazid, menjadi “Putera Mahkota” (Waliyul Ahdi), yang berdiri atas dasar Syura dan bersendikan agama kepada Organisasi “Al Mulk” (kerajaan) yang tegak atas dasar keturunan sera bersandar kepada politik pertama kali dan baru kepada agama dalam taraf kedua.[4]
Daulah Umayah yang ibu kota pemerintahannya di Damaskus, berlangsung selama 91 tahun dan diperintah oleh 14 orang khalifah. Mereka itu adalah: Mu’awiyah (41 H/661), Yazid I (60 H/680),Mu’awiyah II (64 H/683), Marwan I (64/683), Abdul Malik (65 H/685), Walid (86 H/705), Sulaiman (96/715), Umar II (99/717), Yazid II (101/720), Hisyam (105/724), Walid II (125/743), Yazid III (126/744), Ibrahim (126/744), dan Marwan II (127-132/744-750).[5]

2.      Al-Kitabah
Pada masa Daulah Umayah dibentuk semacam Dewan sekretariat Negara Diwanul Kitabah) untuk mengurus urusan pemerintahan, karena dalam masa ini urusan pemerintahan telah menjadi lebih banyak, maka ditetapkan lima orang sekretaris, yaitu:
a)      Katib Ar Rasaail
b)      Katib Al Kharraj
c)      Katib Al Jund
d)      KatibAsy Syurthah
e)      Katib Al Qadli
Diantara para sekretaris itu, Katib Ar Rasaail lah yang paling penting, sehingga para khalifah tidak akan memberi jabatan itu, kecuali kepada kaum kerabat atau orang-orang tertentu.
Dianntara para Kuttab yang paling terkenal selama masa Daulah Umayah yaitu:
Zaiyad Bin Abihi, sekretaris Abi Musa Al Asy’ari
Salim, Sekretaris Hisyam Bin Abdul Malik
Abdul Hamid, sekretaris Marwan Bin Muhammad.[6]
3.      Al Hijabah
Masa Daulah Umayah, diadakan satu jabatan baru yang bernama “Al Hijabah”, yaitu urusan pengawalan keselamatan Khalifah. Siapapun tidak dapat menghadap sebelum mendapat izin dari para pengawal (hujjab)
Kapala pengawalan keselamatan Khalifah adalah jabatan yang sangat tinggi dalam istana kerajaan. Waktu khalifah Abdul Malik Bin Marwan melantik Kepala Pengawalnya dia memberi amanat:
“Engkau telah kuangkat menjadi Kepala Pengawalku, Siapapun tidak boleh masuk menghadap tanpa izinmu, kecali Muazzinin, pengantar pos dan pengurus dapur.[7]

B.     An Nihamul Idary (Organisasi Tata Usaha Negara)
Administrasi negara pada masa Umayah sangat simpel. Pada umumnya di daerah Islam bekas daerah Rumawy dan persia, administrasi pemerintahan dibiarkan terus berlaku seperti yang teah ada, kecuali diadakan perubahan-perubahan kecil.

Ad Dawaawin
Ada 4 buah Dewan atau kantor pusat yaitu:
·        Diwanul Kharraj
·        Diwanur Rasaail
·        Diwanul Musytaghilaat Al Mutanauwi’ah
·        Diwanul Khatim. Dewan ini sangat penting, karena tugasnya mengurus surat-surat lamaran raja, menyiarkannya, menstempel, membungakus dengan kain dan dibalut dengan lilin kemudian di atasnya dicap.
Al Imarah alal buldan
Daulah Umayah membagi daerah Mamlakah Islamiyah kepada lima wilayah besar, yaitu:
a)      Hjaz, Yaman dan Nejid ( Pedalaman Jazirah Arabia)
b)      Irak Arab (Negeri-negeri Babilon dan Asyura lama) dan Irak Ajam (Negeri Parsia sendiri), Aman dan Bahrain, Karwan dan Sajistan, Kabul dan Khurasan, Negeri-negeri di belakang sungai (Ma Waraan Nahr) dan Sind serta sebagian Negeri Punjab).
c)      Mesir dan Sudan
d)      Armenia, Azribijan, dan Asia Kecil.
e)      Afrika Utara, Lybia, Andalusia, Pulau Sicilia dan Sadinia serta Balyar.
Untuk setiap wilayah besar ini, diangkat seorang “Amirul Umara” (Gubernur Jenderal), yang dibawah kekuasaannya ada beberapa orang “Amir” (Gubernur) yang mengepalai datu Wilayah.
Dalam rangka pelaksanaan “kesatuan politik” bagi negeri-negeri Arab, maka Khalifah Umar mengangkat para Gubernur Jenderal dan para Gubernur hanya orang-orang Arab, Politik ini dijalankan terus oleh khalifah-khalifah sesudahnya, termasuk para Khalifah Daulah Umayah.

Barid
Organisasi pos diadakan dalam tata usaha negara Islam semenjak Mu’awiyah Bin Abi Sufyan memegang jabatan khalifah.
Setelah Khalifah Abdul Malik Bin Marwan berkuasa maka diadakan perbaikan-perbaikan dalam organisasi pos, sehingga ia menjadi alat yang sangat vital dalam administrasi negara.

Syurthah
Pada mulannya organisasi kepolisian menjadi bagian dari organisasi kehakiman, yang bertugas melaksanakan perintah hakim dan keputusan-keputusa pengadilan, dan kepalanya sebagai pelaksana al hudud.
Tidak lama kemudian oeganisasi kepolisian terpisah dari kehakiman dan berdiri sendiri dengan tugas mengawasi dan mengurus soal-soal kejahatan.
Khalifah Hisyam memasukkan dalam organisasi kepolisian satu badan yang bernama “Nidhamul Ahdas” dengan tugas hampir serupa dengan tugas tentara (semacam brigade mobil).

C.     An Nihamul Maly (Organisasi Keuangan)
Aal Dlaraaib.
Kewajiban yang harus dibayar oleh warga negara (al dlaraaib) pada zaman Daulah Umayah ditambah lagi atas kewajiban di zaman permulaan Isam.
Kepada penduduk dari negeri-negeri yang baru ditaklukkan, terutama yang belum masuk islam, ditetapkan pajak-pajak istimewa.
Sikap begini menimbulkan perlawanan pada beberapa daerah.

Masharif baitilmal
Saluran uang keluar di zaman Daulah Umayah pada umumnya sama seperti permulaan islaam, yaitu untuk:
a)      Gaji para pegawai dan tentara, serta biaya tata usaha negara
b)      Pembangunan pertanian, termasu irigasi dan penggalian terusan-terusan
c)      Ongkos bagi orang-orang hukuman dan tawanan perang
d)      Perlengkapan perang
e)      Hadiaah-hadiah kepada para pujangga dan para ulama.
Keculi untuk itu, para khalifah Umayah menyediakan fond khusus untuk dinas rahasia, sedangkan gaji tentara ditingkatkan sedenikian rupa, demi menjalankan politik tangan besinya.

D.     An Nihamul (Organisasi Pertahanan)
Organisasi pertahanan ini sama seperti apa yang telah dibuat oleh Khalifah Umar, hanya lebih disempurnakan. Bedanya kalau pada waktu khulafaur Rasyidin tentara islam adalah tentara sukarela, maka pada zaman Daulah Umayah orang masuk tentara kebanyakan dengan paksa atau setengah paksa, yang dinamakan “Nidhamut Tajnidil Ijbary” (kira-kira Undang-undang wajib militer)
Politik ketentaraan Bani Umayah, yaitu politik Arab, di masa anggota tentara haruslah terdiri dari orang-orang Arab atau unsur arab. Keadaan itu terus berjalan, sampai-sampai daerah kerajaannya menjadi luas meliputi Afrika Utara, Andalusia dll, sehingga terpaksa meminta bantuan kepada bangsa Barbari untuk menjadi tentara.
Pada masa ini Daulah Umayah organisasi tentara telah banyak dicontoh organisasi tentara Parsia.

Angkatan Laut
Pada masa khalifah Usman telah mulai dibangun Angkatan Laut Islam, tetapi sangat sederhana. Setelah Muawiyah memegang kendali Negara Islam, maka dibangunlah armada Islam yang kuat dengan tujuan:
a.       Untuk mempertahankan daerah-daerah Islam dari serangan armada Rumawy
b.      Untuk mempeluas dakwah Islamiyah
Mu’awiyah membentuk Armada Musim Panas dan Armada Musim Dingin, sehingga dia sanggup bertemur dalam segala musim.
Armada laut Syam terdiri dari 17000 kapal, di zaman Mu’awiyah, Laksamana Aqabah Bin Amir Fahry menyerang pulau Rhodos.
Dalam tahun 53 H, Armada Rumawy menyerang daerah Islam dan terbunuh seorang panglimanya yang bernama Wardan. Hal ini memuka mata kaum Muslimin , sehingga para pembesar Islam Mesir bergegas mebangun galangan kapal perang di puau Raudlah dalam tahun 54 H.

E.      An Nihamul Organisasi kehakiman)
Kehakiman pada zaman ini memiliki dua ciri khasnya , yaitu:
Bahwa seorang Qadli (Hakim) memutuskan perkara dengan ijtihadnya, karena pada waktu itu belum ada lagi “madzhab empat” ataupun madzhab lain. Pada masa itu, para Qadli menggali hukum sendiri dari Al Kitab dan As Sunnah dengan berijtihad
Kehakiman belum terpengaruh dengan politik, karena para Qadli bebas merdeka dengan hukumnya, tidakterpengaruh dengan kehendak para pembesar yang berkuasa. Mereka bebas bertindak dan keputusan mereka berlaku hatta atas penguasa dan para petugas pajak.
Para hakim pada zama Umayahadalah manusia pilihan yang bertaqwa kepada Allah dan melaksanakan hukum dengan adil, sementara para khalifah mengawasi gerak-gerik dan sikap-sikap mereka, sehingga yang menyeleweng terus dipecat.
Sebagai gambaran dari kenyataan ini, dapat direnungkan ucapan Khalifah Umar bin abdul Aziz yaitu:
“apabila seorang hakim memiliki lima sifat, maka sempurnalah dia, yaitu: Mengetehui kejadian terdahulu, tidak mata duitan, tidak menaruh dendam, berteladan kepada Iman yang adil dan berteman dengan ahli ilmu dan ahli pikir”
Di zaman ini diadakan pembukuan/penulisan terhadap pemeriksaan dan perkara-perkara yang diputuskan , hal yang belum ada di zaman khulafaur rasyidin.

Al-Hisbah
Kekuasaan kehakiman di zaman ini dibagi 3 badan, yaitu:
1)      Al-Qadla’
Tugas qadli biasanya menyelesaikan perkara-perkara yang berhubungan dengan agama.
2)      Al-Hisbah
Tugas muhtasib (kepala hisbah) biasanya menyelesaikan menyelesaikan perkara-perkara umum dan soal-soal pidana yang memerlukan tindakan cepat.
3)      An Nadhar fil madhalim
Yaitu mahkamah tertinggi atau mahkamah banding.

An Nadhar Fil Madhalim.
Ini adalah pengadilan tertinggi yang bertugas menerima bandingan dari dari pengadilan yang dibawahnya (Al-Qadlaa dan Al-Hisbah) dan mengadili para hakim dan para pembesar tinggi yang bersalah.
Pengadilan ini bersidang dibawah pimpinan Khalifah sendiri atau orang yang ditunjukolehnya.
Para khalifah umayah menyediakan satu haru saja dalam seminngu untuk keperluan ini, dan pertama kali mengadakannya yaitu Khalifah abdul Malik Bin Marwan.
Seperti mahkamah-mahkamah yang lain, maka mahkamah Madhalim dibantu oleh lima orang pejabat lainnya, yang sidang mahkamah tidak sah tanpa hadir mereka, yaitu:
1)      Para pengawal yang kuat-kuat, yang sanggup bertindak kalau para pesakita lari atau berbuat gaduh
2)      Para hakim dan Qadli
3)      Para sarjana hukum (Fuqaha), tempat para hakim meminta adfis tentang hukum
4)      Para penulis (crifir) yang bertugas mempersilahkan segaa jalannya sidang
5)      Para saksi.[8]


DAFTAR PUSTAKA

Malik-sy,H.Maman A,dkk.2005.Sejarah Kebudayaan Islam.Yogyakarta:Pokja Akademik
Taqiyuddin ibnu Taimiyah.1951.As-syiyasah As-Syar’iyah fi Islah Ar Ra’iyah.Mesir:Darul kitab Al-Gharbi
Syalabi A.Sejarah & Kebudayaan Islam 2.Jakarta:Pustaka al Husna Baru
Hasjmy A.1975.Sejarah Kebudayaan Islam.Jakarta:Bulan Bintang







[1] Drs.Maman A.Malik Sy,MS,dkk.Sejarah Kebudayaan Islam(Yogyakarta:Pokja Akademik.2005),halm.80-81
[2] Taqiyuddin ibnu Taimiyah.As-syiyasah As-Syar’iyah fi Islah Ar Ra’iyah(Mesir:Darul kitab Al-Gharbi.1951),halm.42
[3] Prof.Dr.A.Syalabi.Sejarah & Kebudayaan Islam 2(Jakarta:Pustaka al Husna Baru.1992),halm.41
[4] A.Hasjmy.Sejarah Kebudayaan Islam(Jakarta:Bulan Bintang.1975),halm.150-151
[5] Drs.Maman A.Malik Sy,MS,dkk.Sejarah Kebudayaan Islam(Yogyakarta:Pokja Akademik.2005),halm.81
[6] A.Hasjmy.Sejarah Kebudayaan Islam(Jakarta:Bulan Bintang.1975),halm.151
[7] Ibid,halm.151-152
[8] Ibid,halm.152-157

ISIM MAJRUR

isim majrur

Isim-isim yang majrur adalah isim-isim yang ber-i’rob jar. Jama’ dari majrur adalah majruroot
Isim yang terkena I’rab Jarr atau isim yang di jar kan disebut Isim Majrur
Isim majrur terdiri dari:

1)                  Isim yang diawali dengan Harf Jarr. (سبقه حرف جر)

 Yang termasuk Harf Jarr adalah:
مِنْ   (Dari)
إِلَى         (Ke)
عَنْ        (Dari)
عَلَى       (Di atas)
فِي         (Di dalam)
رُبَّ       (Betapa banyak / sedikit)
اَلْبَاءُ – بِ            (Dengan)
             اَلْكَافُ – كَ (Seperti)
اَللاَّمُ – لِ             (Milik)
حَتَّى       (Sampai)
              وَاوُ الْقَسَمِ (وَ)
تَاءُ الْقَسَمِ (تَ        )
مُنْذُ        dan مُذْ (Sejak)
عَدَ ,خَلاَ  dan حَاشَا (Selain / kecuali)




contoh-contohnya adalah sebagai berikut:
1. مِنْ (Dari)
خَرَجْتُ مِنَ الْمَنْزِل (Aku keluar dari rumah)
هَذِهِ الصَّدَقَةُ مِنَ الْمُحْسِنِيْنَ (Shadaqah ini dari orang-orang yang berbuat baik)
2. إِلَى (Ke)
سَأَذْهَبُ إِلَى الْمَسْجِد (Aku akan pergi ke masjid)
3. عَنْ (Dari)
هَذَا الْحَدِيْثُ رُوِيَ عَنْ عَائِشَةَ (Hadits ini diriwayatkan dari Aisyah)
4. عَلَى (Di atas)
اَلْكِتَاُب عَلَى الْمَكْتَب (Buku itu berada di atas meja)
5. فِي (Di dalam)
نَحْنُ نَطْلُبُ الْعِلْمَ فِي الْمَسْجِد (Kami menuntut ilmu di dalam masjid)
6. رُبَّ (Betapa banyak / sedikit)
رُبَّ عَمَلٍ صَالِحٍ تُعَظِّمُهُ النِّيَّةُ (Betapa banyak amalan yang kecil menjadi besar nilainya disebabkan oleh niat)
7. اَلْبَاءُ – بِ (Dengan)
كَتَبْتُ الدَّرْسَ بِالْقَلَم (Aku menulis pelajaran dengan pena)
8. اَلْكَافُ – كَ (Seperti)
عُمَرُ كَالأَسَدَ (Umar seperti singa)
9. اَللاَّمُ – لِ (Milik)
هَذَا الْكِتَابُ لِمُحَمَّدٍ (Kitab ini miliknya Muhammad)
10. حَتَّى (Sampai)
أَكَلْتُ السَّمَكَ حَتَّى رَأْسِه (Aku makan ikan sampai kepalanya)
11.  وَاوُ الْقَسَمِ (وَ)
وَاللهِ أَنَا مُسْلِمٌ (Demi Allah aku adalah seorang muslim)
12. تَاءُ الْقَسَمِ (تَ)
تَاللهِ أَنَا مُسْلِمٌ (Demi Allah aku adalah seorang muslim)
13, 14. مُنْذُ dan مُذْ (Sejak)
مَا رَأَيْتُهُ مُنْذُ الأُسْبُوْعِ الْمَاضِيَة (Aku tidak melihatnya semenjak seminggu yang lalu)
15, 16, 17. عَدَ ,خَلاَ dan حَاشَا (Selain / kecuali)

رَجَعَ الطُّلاَّبُ خَلاَ مُحَمَّدٍ (Para mahasiswa telah pulang kecuali Muhammad)

Contoh lain:

خرجتُ من المنزلِ (khorojtu minal manzili) = Saya keluar dari rumah.

Kata المنزلِ (= rumah) merupakan isim majrur, karena didahului oleh مِن (min = dari) yang merupakan huruf jar.

pendidikan luar sekolah


A. Pengertian.
Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
Pendidikan juga dapat dikatakan pengaruh, bantuan atau tuntutan yang diberikan oleh orang yang bertanggung jawab kepada anak didik.[1]
         Dalam pendidikan luar sekolah kali ini membahas tentang pendidikan non formal pendidikan in formal dan pendidikan kemasyarakatan.
Adapun pendidikan non formal yaitu segala bentuk pendidikan yang diselenggarakan dengan sengaja, tertib, dan terarah yang dilakukan kegiatan persekolahan.[2]
Pendidikan non formal adalah aneka bentuk kegiatan pendidikan yang terorganisasi ataupun setengah terorganisasi yang berlangsung di luar sistem sekolah, yang ditujukan untuk melayani berbagai kebutuhan belajar dari berbagai kelompok penduduk dari berbagai kalangan.
Pendidikan informal yaitu suatu kegiatan yang tidak terorganisasi secara ketat dan tanpa adanya program waktu dan juga tanpa evaluasi yang mempunyai tujuan tertentu.

 B.Macam - Macam Pendidikan Luar Sekolah.
·        Pendidikan non formal.
                  Pendidikan non formal dilakukan secara teratur dan dengan sadar dilakukan tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan ketat. Paket pendidikannya berjangka pendek. Contohnya seperti pendidikan melalui kursus, penataran dan training-training.
 Asas pendidikan non formal:
a)      Asas inovasi.
b)      Asas penentuan dan perumusan tujuan pedidikan non formal.
c)      Asas perencanaan dan pengembangan program pendidikan non formal.
d)      Perencanaan harus memperhitungkan semua sumber yang ada atau yang dapat diadakan.[3]