Rabu, 08 Juni 2011

Evaluasi Pendidikan islam.


A. Pengertian
Secara etimologi, evaluasi berasal dari bahasa inggris evaluation, akar kata value yang artinya nilai atau harga. Dalam bahasa arab disebut al-Qimah atau al-Taqdir. Dengan demikian secara harfiah, evaluasi pendidikan al-Taqdir al Tarbawiy dapat diartikan sebagai penilaian dalam (bidang) pendidikan atau penilaian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan.
Secara terminologi, penilaian atau evaluasi menurut Edwind Wand adalah seperangkat tindakan atau proses untuk menentukan nilai sesuatu yang berkaitan dengan dunia pendidikan. Menurut ilmu jiwa, evaluasi berarti menetapkan fenomena yang dianggap berarti di dalam hal yang sama berdasarkan suatu standar. Menurut M.Chabib Thoha, evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan objek dengan menggunakan instrument dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan.
Dengan demikian evaluasi bukan sekedar menilai suatu aktivitas secara spontan dan insidental, melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu secara terencana, sistematik, dan berdasarkan atas tujuan yang jelas.
Menurut Lembaga Pendidikan Administrasi Negara batasan mengenai evaluasi pendidikan adalah sebagai berikut:
a.     Proses atau kegiatan untuk menentukan kemajuan pendidikan, dibandingkan dengan tujuan yang telah ditemukan.
b.     Usaha untuk memperoleh informasi berupa umpan balik (feed back) bagi penyempurnaan pendidikan.
Bertitik tolak pada uraian diatas, dapat dikembangkan bahwa evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagaimana tujuan pendidikan sudah tercapai.Jika belum, bagaimana yang belum dan apa sebabnya. Definisi yang lebih luas dikemukakan oleh ahli lain, yaitu Cronbach dan Stufrlebean bahwa proses evaluasi bukan sekedar mengukur sejauh mana tujuan tercapai, tetapi digunakan membuat keputusan.
Evaluasi dalam proses pembelajaran mengandung makna yaitu : (1)Pengukuran (Measurement) dan (2)Penilaian (Evaluation).
Pengukuran merupakan suetu proses untuk memperoleh gambaran berupa angka dan tingkat cirri yang dimiliki individu. Evaluasi merupakan suatu proses mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasi informasi guna menetapkan keluasaan pencapaian tujuan individu.
Pengukuran menjawab pertanyaan “how much” sedangkan penilaian menjawab pertanyaan “what value”.Misalnya dalam pengukuran seorang anak mendapatkan angka 9, maka dalam penilaian anak tersebut mendapatkan kategori “A”.Penilaian (evaluation) salah satu kegiatan yang harus dilakukan seorang guru dalam kegiatan pembelajaran. Dengan penilaian, guru akan mengetahui perkembangan proses dan hasil belajar, intelegensi, bakat khusus, minat, hubungan social, sikap dan kepribadian peserta didik.
Jika dikaitkan dengan engertian evaluasi pendidikan dengan pendidikan islam, evaluasi berarti suatu kegiatan untuk menentukan taraf kemajuan suatu pekerjaan didalam pendidikan islam. Al wahab menyatakan bahwa evaluasi atau tagwim adalah sekumpulan kegiatan-kegiatan pendidikan yang menentukan atas suatu perkara untuk mengetahui tercapainya tujuan akhir pendidikan dan pengajaran sesuai dengan program-program pelajaran yang beraneka ragam. Sedangka daftar hasil kegiatan pada waktu itu berupa kelemahan-kelemahan dan kelebihan, evaluasi menitik beratkan pada proses pendidikan dan pengajaran peletakannya berupa catatan-catatan latihan dan tatap muka.
                Mengenai pengukuran dan pengujian ada perbedaan. Pengukuran adalah kegiata mengukur sesuatu dengan kriteria atau ukuran tertentu, dapat juga dikatakan bahwa pengukuran adalah proses pemberian angka keapada suatu atribut atau karakter tertentu yang dimiliki orang, hal, atau objek tertentu menurut aturan atau formulasi yang jelas. Dengan pengertian seerti itu, pengukuran bersifat kuantitatif, artinya hasil dari pengukuran itu umumnya diwujudkan dalam betuk simbol-simbol angka.
                Pendidikan agama islam adalah suatu kegiatan untuk menentukan taraf kemajuan suatu pekerjaan di dalam pendidikan agama.

B.Fungsi Evaluasi
   Dalam Al-Qur’an fungasi evaluasi yaitu:
·         Untuk menguji daya kemamuan manusia beriman terhadap berbagai macam problema kehidupan yang dihadapi. (Q.S.Al-Baqarah 155)
·         Untuk mengetahui sejauh mana atau sampai dimana hasil pendidikan wahyu yang telah diaplikasikan Rasulullah SAW kepada umatnya.(Q.S.An-Naml)
Tindakan dalam pendidikan tentu saja menghendaki hasil, pendidikan selalu berharap bahwa hasil yang diperoleh sekarang lebih memuaskan dari hasil yang diperoleh sebelumnya dan untuk membandingkannya tentunya perlu dilakukan evaluasi.
Seorang pendidik melakukan evaluasi di sekolah memunyai fungsi sebagai berikut:
·         Untuk mengetahui peserta didik yang mana yang terpandai dan terbodoh di kelasnya.
·         Untuk mengetahui apakah bahan yang telah diajarkan sudah dimiliki oleh peserta didik atau belum.
·         Untuk mendorong persaingan yang sehat antara sesama peserta didik.
·         Untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan peserta didik setelah mengalami didikan dan ajaran.
·         Untuk mengetahui tepat atau tidaknya guru memilih bahan, metode dan berbagai penyesuaian dalam kelas.
·         Sebagai laporan terhada orangtua eserta didik dalam bentuk rapor, ijazah, piagam dan sebagainya.

C. Prinsip Evaluasi
Dalam pelaksanaan evaluasi pendidikan islam perlu dipegang beberapa prinsip, diantaranya:
·         Evaluasi mengacu pada tujuan.
Agar evaluasi dapat mencapai sasaran yang diharapkan maka evaluasi juga perlu mengacu pada tujuan.
·         Evaluasi dilaksanakan secara objektif.
Objektif dalam evaluasi dilakukan dalam sikap diantaranya yaitu: Sikap as-shidqah, sikap amanah, dan sikap rahmah dan ta’awun
·         Evaluasi harus dilakukan secara komprehensif.

Pandangan Islam mengenai Kontes ratu kecantikan, Operasi plastik dan Pemasangan Kawat Gigi

(masail fiqih)

A. Kontes Ratu Kecantikan
Dr Ali Jum’ah, mufti Mesir mengatakan bahwa kontes ratu kecantikan (miss universe) haram hukumnya menurut syari’at. Karena itu, haram pula bagi kaum muslimin ikut serta di dalamnya. Fatwa ini menguatkan fatwa yang dikeluarkan mufti sebelumnya, Dr Nashr Farid Washil dan mantan Syaikhul Azhar, Jadal Haq Ali Jadal Haq. Dr Ali menegaskan, bahwa setiap hal yang dapat menyebabkan suatu perbuatan haram, maka ia haram.
Dalam jawabannya atas pertanyaan yang dimuat di situs Daar al-Efta, Mesir mengenai hukum keikutsertaan negara-negara Islam dalam kontes ratu kecantikan dunia, Mufti juga menjelaskan bahwa Dr Nashr Farid Washil, mantan mufti telah mengeluarkan fatwa yang memerinci masalah tersebut dengan menyatakan bahwa kontes ratu kecantikan yang melanggar larangan-larangan Allah, menampakkan aurat para pemudi dan mensugesti mereka untuk tidak komitmen dengan sifat malu dan akhlaq Islam adalah “haram hukumnya, tidak boleh secara syari’at, apa pun alasannya.”
Mufti menambahkan, masalah ini termasuk hal yang esensial dalam agama. Karena itu, siapa saja yang ikut serta di dalam kontes terselubung ini agar mengetahui bahwa setiap hal yang dapat menyebabkan kepada suatu yang haram, maka haram hukumnya. Dalam tanggapan sebelumnya yang disampaikan mantan syaikhul Azhar, Jadal Haq, ia mengatakan, “Ini adalah ajakan kepada kekejian dan perbudakan putih.
Dalam pandangan islam, untuk mengetahui kecantikan seseorang wanita dibenarkan, namun dengan tujuan yaitu untuk memilih calon isteri, sebagaimana sabda Rasulullah yang artinya: “Wanita itu dinikahi karena empat hal, yaitu karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dan karena agamanya. Pilihlah (wanita) yang beragama, niscaya kamu makmur.(HR.Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Nasa’i). Dari hadits tersebut dapat disimpulkan bahwa wanita boleh dilihat dan memperlihatkan diri, apabila ada pria yang ingin melihatnya untuk dijadikan isteri, dengan pengharapan perkawinannya nanti akan langgeng .
Mengenai bagaimana penampilan wanita adalah berpakaian sopan dan menutup aurat. Mode pakaian tidak dipersoalkan, asal saja mode pakaian itu sudah berlaku umum untuk wanita.Pakaian tipis jelas tidak dibenarkan , walaupun lahiriyah menutup aurat dan termasuk juga pakaian ketat, yang kelihatan bentuk (lekukan) tubuh secara nyata.
Mengenai pakaian wanita secara umum telah dikemukakan dalam Al-Qur’an. Allah berfirman dalam surat An-Nur ayat 31 yang artinya: “Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) tampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-waniita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan laki-laki yang tidak mempuyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan (menghentakkan) kakinya, agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung (An-Nur:31)
Ayat diatas dengan jelas menyebutkan tentang pakaian wanita dan kepada siapa saja boleh diperlihatkan perhiasannya itu. Selain pada yang disebutkan tentu tidak dibenarkan .
Kalau pemilihan ratu kecantikan dikaitkan dengan agama maka kelihatannya tidak ada yang menyentuh, apalagi membawa misi agama. Masalah kontes ratu kecantikan, ada yang setuju dan ada yang tidak setuju, tetapi tidak dikaitkan dengan agama, melainkan dilihat dari segi bangsa pantas atau tidak memamerkan anggota tubuh di depan umum.
Sebenarnya penampilan berpakaian wanita maka sama saja hukumnya pada waktu kontes dan dalam kehidupan sehari-hari. Bedanya terletak pada waktu kontes bersifat khusus dan kecantikannya itu dinilai oleh dewan-dewan dengan persyaratan yang telah disepakati bersama. Bagi umat islam yang mmenjadikan tolak ukurnya adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah, tidak ada pilihan lain seperti ukuran pinggang, dada dan sebagainya. Mengenai dampaknya tetap ada secara langsung dan secara tidak langsung, baik banyak atau sedikit.
Sebaiknya dalam persoalan ini, kita berpegang kepada kaidah hukum islam (preventif), sehingga tidak terjadi pelanggaran hukum agama islam.

B. Operasi Plastik
Operasi plastikatau dalam bahasa Arab disebut jirahah at-tajmil adalah operasi bedah untuk memperbaiki penampilan satu anggota tubuh yang nampak, atau untuk memperbaiki fungsinya, ketika anggota tubuh itu berkurang, hilang/lepas, atau rusak. (Al-Mausu’ah at-Thibbiyah al-Haditsah, 3/454).
Hukum operasi plastik ada yang mubah dan ada yang haram. Operasi plastik yang mubah adalah yang bertujuan untuk memperbaiki cacat sejak lahir (al-’uyub al-khalqiyyah) seperti bibir sumbing, atau cacat yang datang kemudian (al-’uyub al-thari`ah) akibat kecelakaan, kebakaran, atau semisalnya, seperti wajah yang rusak akibat kebakaran/kecelakaan. (M. Al-Mukhtar asy-Syinqithi, Ahkam Jirahah Al-Thibbiyyah, hal. 183; Fahad bin Abdullah Al-Hazmi, Al-Wajiz fi Ahkam Jirahah Al-Thibbiyyah, hal. 12; Hani` al-Jubair, Al-Dhawabith al-Syar’iyyah li al-’Amaliyyat al-Tajmiiliyyah, hal. 11; Walid bin Rasyid as-Sa’idan, Al-Qawa’id al-Syar’iyah fi al-Masa`il Al-Thibbiyyah, hal. 59).
Teknologi mutakhir menolong manusia modern dalam banyak hal. Termasuk salah satunya operasi plastik, operasi khusus untuk memperindah wajah supaya lebih sedap dipandang . Masuk operasi ini juga, operasi payudara yang membuat lebih “hot” sebagaimana diidam-idamkan banyak wanita. Operasi selaput dara untuk mengembalikan keperawanan wanita yang telah hilang. Operasi ganti kelamin untuk mengubah bentuk kelamin dari laki-laki ke perempuan atau sebaliknya. Dan operasi-operasi lain yang sejenis. Banyak contoh, untuk sekedar menyebut orang-orang yang sukses dioperasi. Contoh, Michael Jackson, penyanyi terkenal asal Amerika yang sukses dioperasi plastik hingga ia tampak lebih keren. Juga Dorce yang kabarnya pernah operasi ganti kelamin. Mereka yang melakukan operasi ini mempunyai motif yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan mereka.
Operasi plastik yang menggunakan organ buatan atau palsu sudah dikenal di masa Nabi saw., sebagaimana diriwayatkan Imam Abu Dawud dan Tirmidzi dari Abdurrahman bin Tharfah yang mengisahkan bahwa kakeknya, Arjafah bin As’ad, pernah terpotong hidungnya pada perang Kulab, lalu ia memasang hidung (palsu) dari logam perak, namun hidung tersebut justru mulai membusuk, maka Nabi saw., meyuruh untuk memasang hidung palsu dari bahan logam emas.
Pandangan islam terhadap persoalan operasi plastik adalah dengan berpedoman pada firman Allah, surat An-Nisa ayat 199, yang dijadikan pijakan sementara ulama untuk mengharamkan segala janis operasi tanpa tujuan yang jelas. Allah berfirman :“ Dan aku (setan) benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan- angan kosong mereka, dan akan menyuruh mereka ( memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar- benar memotongnya, dan aku akan perintah mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya. Barang siapa yang menjadikan setan pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata”.
Sebagian ulama mendasarkan keharaman semua jenis operasi tanpa tujuan pada ayat ini. Dengan petikan kalimat, falayughayyiranna khalqallah, mereka memandang bahwa operasi telah melanggar kode etik manusia; mengubah ciptaan Tuhan. Manusia memang diberi otoritas penuh untuk berbuat apa saja di dunia ini. Hanya satu yang tak boleh dilakukan manusia, mengubah ciptaan-Nya. Kalau misalnya manusia mengubah ciptaan-Nya, berarti ia memposisikan dirinya sama dengan Tuhan. Itu juga berarti bahwa ia congkak, sombong karena telah memper-Tuhankan diri sendiri. Padahal, yang seperti ini jelas dilarang syara’.
Merujuk pada beberapa kitab tafsir, ulama berbeda pendapat dalam menafsiri lafadz khalqallah. Pertama, mereka yang menafsiri khalqallah, dengan dinullah; agama Allah. Jadi, mengubah khalqallah artinya mengubah agama Allah. Boleh jadi mengubah agama dalam bentuk “ganti baju” agama lain secara total, atau mengubah agama disini, diartikan mengubah hukum-hukum Allah. Misalnya dari yang haram menjadi halal. Atau sebaliknya, halal menjadi haram.
Mereka memaknai seperti ini karena melihat konteks ayat. Konteks ayat ini berbicara tentang ancaman setan kepada manusia bahwa mereka akan selalu mengganggu, dan menjerumuskan manusia. Mereka juga akan mempengaruhi manusia, agar selalu tersesat , jauh dari Allah. Termasuk disini, mempengaruhi manusia untuk mengubah agama yang sudah menjadi fitrah manusia. Allah menganugerahkan agama islam sebagai fitrah manusia sejak mula ia diciptakan. Juga, Allah telah mempersaksikan atas manusia, bahwa hanya Dia-lah Tuhan Yang Maha Esa. Maka ketika ada orang islam yang berpindah pada agama lain, sesungguhnya ia telah mengubah fitrahnya sendiri. Hal ini sesuai dengan apa yang tersebut dalam hadis: “setiap bayi itu dilahirkan dalam keadaan fitrah (Islam). Tetapi kedua orang tuanya (berperan) menjadikan ia yahudi, nasrani atau majusi.”
Kedua, segolongan ulama yang menafsirkan khalqallah dengan mengubah hal-hal yang berhubungan dengan anggota luar, termasuk mengubah sifat-sifat dasar manusia. Misalnya, kalau dalam ayat ini, memotong kuping, membuat tato, menyambung rambut wanita dengan rambut lain, laki-laki bergaya wanita, atau sebaliknya.
Golongan pertama diwakili oleh Imam Nakhai, Said bin Jubair, Said bin Musayyab, Hasan, Dlahhak, Mujahid, dan Qatadah. Sedangkan yang kedua, diwakili oleh Al-Hasan, Ibnu Abbas, dan Annas bin Malik. Golongan pertama menganggap ayat ini bukan dalil yang tegas untuk melarang jenis operasi di atas. Sebaliknya, golongan kedua, memakai dalil ini sebagai dasar pelarangan operasi tersebut karena termasuk dalam lingkaran taghyiru khalqillah, mengubah ciptaan Allah.
Melihat Munasabah (persesuaian) dengan ayat sebelumnya, nampaknya pendapat pertama yang lebih unggul. Ayat sebelumnya , berbicara tentang syirik, tipu daya syetan, dan pengaruhnya untuk merayu manusia agar selalu berbuat jahat. Sehingga di akhir ayat tadi, Allah mengancam, barang siapa meminta pertolongan setan, niscaya mereka akan merugi. Jika demikian halnya, maka ayat ini lebih cocok ditarik pada penafsiran pertama, yaitu mengubah agama Allah. Dengan demkian, menggunakan ayat ini sebagai satu- satunya dalil yang melarang jenis operasi diatas, sangat tidak puas. Bahkan posisi dalil ini sangat lemah.
Perlu diketahui bahwa Allah malaknat perempuan-perempuan pembuat sambungan rambut yang minta dibuatkan, juga kepada perempuan-perempuan pembuat tato dan yang minta dibuatkan tato.Dalam hadits lain, “Allah melaknat perempuan-perempuan pembuat kosmetika (dengan warna merah sehingga wajahnya kelihatan lebih jernih dan enak dipandang) dan orang-orang yang minta dibuatkan.”
Asumsi awalnya, dua jenis hadits ini melarang perempuan untuk melakukan beberapa hal tadi, karena termas uktaghyiru khalqillah dalam arti mengubah ciptaan Allah.
Hanya hadits pertama yang bisa dijadikan dalil, karena shahih. Yang kedua tidak dapat digunakan, karena ada rawi yang tidak disebut,sehingga dia dianggap dla’if. Makanya kalaupun misalnya , hadits pertama ngotot harus dipakai karena ia termasuk hadis shahih, kita tinggal lihat konteksnya. Larangan hadits ini terkait dengan budaya bangsa Arab waktu itu, dimana seperti tato, membuat sambungan rambut, pada biasanya dipakai justru untuk kepentingan yang tidak baik. Misalnya menarik orang untuk berzina. Yang seperti ini , tidak bisa disamaratakan untuk semua kasus. Kalau hanya sekedar operasi plastik, untuk memperindah wajah agar sedap dipandang orang, jika itu tuntunan kebutuhan itu boleh. Misalnya, karena ia kecelakaan dan kemudian wajahnya rusak. Atau kalau hanya sekedar mempercantik payudara agar suami-isteri bertambah rukun tentu juga boleh, karena yang seperti itu bukanlah termasuk taghyir khalqillah apalagi taghyir yang sampai menyalahi fitrah manusia,melainkan tatmim, menyempurnakan anggota tubuh yang masih kurang sempurna atau kurang indah. Bukan Allah itu indah, dan menyukai keindahan. Alhasil, operasi plastik dan sejenisnya, selama tidak mengubah fitrah manusia secara total, tidak masalah, boleh-boleh saja.

C. Orthodontics atau Pemasangan Kawat Gigi.
Merapikan gigi yang dikenal dengan istilah orthodonsi (Orthodontics) merupakan nikmat Allah SWT kepada umat manusia untuk mengembalikan kepada fitrah pencipataannya yang paling indah yang patut disyukuri dengan menggunakannya pada tempatnya dan tidak disalahgunakan untuk memenuhi nafsu insani yang kurang bersyukur. Oleh karea itu, Islam sangat memuliakan ilmu kesehatan dan kedokteran sebagai alat merawat kehidupan dengan izin Allah SWT. Ia bahkan memerintahkan kita semua secara personal untuk mempeajarinya secara global dan mengenali diri secara fisik biologis sebagai media peningkatan iman dan memenuhi kebutuhan setiap individu dalam menyelamatkan, memperbaiki dan menjaga hidupnya. Firman Allah, “Dan di bumi terdapat (tanda-tanda kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin. Dan juga pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?” (adz-Dzariyat: 20-21) sabda Nabi saw., “Bertobatlah, wahai hamba Allah! Karena sesungguhnya Allah tidak menciptakan penyakit melainkan Ia telah menciptakan pula obatnya, kecuali satu penyakit , yaitu tua”. (HR. Ahmad, abu Dawud, da Tirmidzi). Islam juga memerintahkan (fardhu kifayah) dan menggalakkan adanya ahli-ahli di bidang kedokteran dan memandang kedokteran sebagai ilmu yang sangat mulia. Imam syafi’i berkata, “Aku tidak tahu suatu ilmu setelah masalah halal dan haram (fiqih) yang lebih mulia dari ilmu kedokteran.”.(Al-Baghdadi dalam Attib Minal kitab wa Sunnah:187)
Pemasangan gigi pada hakikatnya termasuk bagian dari praktik transplantasi (pencangkokan) organ. Tatkala Islam muncul pada abad ke-7 masehi, Ilmu bedah sudah dikenal di berbagai negara dunia, khususnya negara-negara maju seperti Romawi dan Persia. Namun pencangkokan jaringan belum mengalami perkembangan yang berarti, meskipun sudah ditempuh berbagai upaya untuk mengembangkannya. Selama ribuan tahun setelah melewati berbagai eksperimen barulah berhasil pada akhir abad ke-19, untuk pencangkokan jaringan, dan pada pertengahan abad ke-20 untuk pencangkokan organ manusia. Di masa Nabi saw, peradaban Islam telah menunjukkan perhatian terhadap masalah kesehatan sehingga muncul beberapa dokter ahli bedah di maasa Nabi yang cukup terkenal, seperti Al-harth bin Kildah dan Abu Ramtah Rafa’ah, juga Rafidah Al-Islamiyah dari kaum wanita.
Perbuatan dan Pemasangan kawat gigi sepanjang untuk alasan syar’i, yakni karena pertimbangan kebutuhan medis untuk menormalkan atau memperbaiki kelainan serta penggantian yang lepas untuk dapat mengunyah dan menggigit kembali merupakan perbuatan dan profesi yang terpuji karena membawa kepada kemaslahatan. Bahkan, sekalipun menggunakan bahan logam emas bagi pria maupun wanita bila hal itu lebih maslahat, kuat, sehat dan bukan untuk tujuan pamer kemewahan , sekadar asesoris perhiasan dan gaya berlebihan.
Dalam hal ini pemasangan gigi emas, secara spesifik Imam Ibnu Sa’ad dalam Thabaqat-nya (lll/58) telah meriwayatkan dari Waqid bin Abi Yaser bahwa sahabat dan menantu Nabi saw., Utsman bin Affan r.a., pernah memasang mahkota gigi dari emas, supaya giginya lebih kuat dan tahan lama. Pemakaian gigi emas tidak dilarang sebagaimana dilarangnya laki-laki oleh Nabi saw., untuk memakai perhiasan emas atau pemakaian bejana emas sebagai asesoris (HR.Muslim dan Abu Dawud). Sebab dalam hal ini yang harus menjadi penekanan adalah fungsi kekuatan dan kesehatan gigi palsu denga bahan emas dan bukan untuk fungsi pamer kemewahan sebagaimana alasan yang dipakai oleh Utsman dalam menggunakan gigi palsu emas. Di samping itu, penggunaan bahan emas pada gigi palsu adalah untu pemakaian yang tergolong dalam bukan pemakaian luar sebagaimana lazimnya perhiasan.
Gigi palsu yang terbuat dari emas tersebut bila pemakainya meninggal, apakah dikubur bersamanya atau dicabut dahuu sebelum dikebumikan mayatnya, maka terdapat silang pendapat di kalangan ulama. Namun pada dasarnya pendapat yang lebih kuat adalah yang lebih dekat kepada prinsip syari’ah dan kaidah fiqih. Prinsip syari’ah menekankan kemaslahatan secara luas. Dengan demikian, penguburan gigi emas bersama mayat merupakan perbuatan tabzir (menyia-nyiakan nikmat Allah) yang tidak disukai dalam islam, padahal barang tersebut dapat berguna bagi orang yang masih hidup. (Al-Isra:26-27). Disamping itu membiarkan mayat dengan emas bersamanya dapat mengundang kriminalitas dengan pencurian dan pembongkaran mayat yang justru akan menodai kesucian dan kehormatan mayat. Dengan demikian sebaiknya gigi emas tersebut dicabut oleh dokter gigi yang berpengalaman dari mayat sebelum dikebumikan dengan cara yang lembut, hati-hati, dan diupayakan agar secepat dan semudah mungkin.
Adapun masalah pemasangan kawat gigi memang sebenarnya diperuntukkan bagi orang-orang yang bermasalah dengan penampilan giginya, atau dalam bahasa medis disebut sebagai memiliki persoalan ortodontik seperti posisi gigi yang tonggos, tidak rata, jarang-jarang dan sebagaimana yang diakibatkan oleh berbagai faktor penyebab. Diantaranya karena faktor keturunan dari orang tua, seperti cameh atau cakil, tonggos gigi berjejal, gigi jarang dan sebagainya. Faktor penyebab lainnya adalah penyakit kronis, misalnya amandel, pilek-pilek, bernafas melalui mulut dan sebagainya. Beberapa kebiasaan buruk seperti menopang dagu dan menjulurkan, kebiasaan mengisap jari, terutama dalam jangka waktu lama sampai lebih dari lima tahun atau kebiasaan ngempeng anak balita, terutama jika dot-nya tidak ortodontik (tidak sesuai denga anatomi rongga mulut dan gigi), bisa pula menyebabkan penampilan gigi buruk.
Tujuan pemasangan alat cekat atau kawat gigi menurut pakar ortodontik drg. Tri hardani, SpOrt, Kepala Departemen Klinik Lembaga Kedokteran Gigi TN-AL RE Martadinata Jakarta, dan sebagainya dikemikakan para dokter gigi yang menangani masalah ortodontik bahwa perawatan ortodontik tidak terlepas dari nuansa keharmonisan wajah yang melibat kan gigi geligi, tulang muka, serta jaringan lunak wajah.tapi estetika itu hanya salah satu tujuan ortodontik ini. Adapun tujuan lainnya adalah mengembalikan fungsi pengunyahan menjadi normal kembali. Upaya yang dilakukan antara lain dengan merapikan susunan gigi serta mengembalikan gigi-geligi pada fungsinya secara optimal. Hal ini sebenarnya merupakan pekerjaan dokter gigi spesialis yang menggabungkan antara art dan science, seni dan pengetahuan medis.
Tujuan kosmetik itu terkait erat dengan oklusi, yaitu tutup menutupnya gigi-geligi atas dan bawah secara sempurna. Dan agar terbentuk oklusi yang normal diperlukan susunan gigi yang baik, jumlah gigi dan hubungan antara bgigi atas dan bawah serta kanan kiri yang sempurna. Jadi, yang utama dari perawatan ortodontik ini adalah mengenbalikan susunan gigi pada fungsinya sebagai alat pengunyah, pendukung pengucapan, dan estetika.
Secara umum alat untuk merapikan gigi ada dua macam, yaitu alat yang lepasan dan alat cekat. Dibanding alat cekat, alat yang lepasan lebih mudah dibersihkan sehingga gigi tetap terjaga kebersihannya. Tapi alat yang terbuat dari akrilik ringan ini memiliki keterbatasan kemampuan untuk menangani kasus-kasus sulit. Alat ini terbatas untuk menggerakkan gigi untuk jarak jauh. Akibatnya untuk pasien dawasa akan kurang efektif jika menggunakan alat lepasan ini.
Melihat berbagai faktor penyebab kelainan dan penanganan ortodontik karena alasan medis tersebut diperbolehkan dalam islam, baik sebagai pasien maupun dokter gigi yang menanganinya, bahkan dianjurkan dan dapat bernilai ibadah. Sebab, islam menganjurkan untuk berobat bila terjdi kelainan dan ketidaknormalan pada fisik dan psikis. Bukankah islam sangat memperhatikan kesehatan sebagaimana pesan dalil-dalil yang telah dikemukakan tadi.
Belakangan ini ada kecenderungan dan fenomena penggunaan kawat gigi menjadi semacam trend asesoris yang merata khususnya yang lebih banyak kaum perempuan, mulai dari siswa SD, anak ABG, para gadis dewasa, sampai kalangan ibu-ibu yang suka menggunakan kawat gigi denga cincin berwarna-warni yang tidak jarang hanya ikut-ikutan, sekedar ingin bergaya dan tampil trendi atau biar kelihata berkelas dan keren, meskipun sebenarnya tidak perlu memakainya dengan kondisi gigi yang normal.
Pemasangan kawat pada pasien yang sebenarnya tak butuh perawatan itu sebenarnya merupakan perbuatan yang sia-sia, tidak perlu, termasuk mubadzir dan praktek bantu membantu dalam kemaksiatan serta pebuatan dosa. Sebab, biasanya, rata-rata lama perawatan ortodontik berkisar dua tahun atau tergantung tingkat keparahanya dengan biaya yang ta sedikit. Untuk memiliki alat cekat seseorang membutuhkan biaya minnmal 5 juta hingga 12 juta diluar tarif kontrol yang wajib dilakukan setiap tiga minggu sekali untuk mengecek keadaan alat (al- maidah:2). Hal itu merupakan tindakan, gaya, dan mental yang tidak terpuji dalam islam karena kawat tersebut tidak akan membuang-buang uang untuk sesuatu yang tidak perlu dan cenderung berlebih-lebihan (isyaf) dan bermewah-mewahan yag dibenci dan dikutuk Allah SWT (al-Mu’minun :64-65, al-israa’:26-27). Akan lebih baik bila kelebihan rezeki tersebut digunakan untuk beramal shaleh yang akan mempercantik kepribadian diri secara hakiki, disamping akan membawa kebahagiaan dan keberkataan dunia dan akhirat.



KESIMPULAN

Untuk memutuskan suatu hokum dalam islam dalam hal yang kontemporer ada suatu kalangan yang membolehkan dan ada pula yang tidak membolehkan, kesemuanya itu tentu mempunyai alasan tersendiri yang akan menguatkan alasan mengapa diperbolehkan atau tidak diperbolehkannya hal tersebut.Kesemuanya itu ada yang silihat dari sudut agama dan adapula dari sudut lain, karena ada suatu perkara yang belum ditemukan hukumnya dalam Islam.
Dalam hal kontes ratu kecantikan, ada yang membolehkan dan ada yang tidak membolehkan, tetapi tidak dikaitkan dengan agama, melainkan dilihat dari segi bangsa pantas atau tidak memamerkan anggota tubuh di depan umum, mungkin timbul ide karena ikut-ikutan kepada dunia luar, yang mengadakan pemilihan ratu kecantikan itu. Tujuanya pasti ada, tetapi tidak sesuai dengan kehendak agama, setelah yang kenyataan yang dilakukan selama ini.
Mengenai operasi plastik juga terdapat perbedaan pendapat mengenai pembolehan dan tidaknya dilakukannya operasi plastic untuk hal-hal tertentu.yang diperbolehkan adalah yang bertujuan untuk memperbaiki cacat sejak lahir, sedangkan operasi plastik yang diharamkan, adalah yang bertujuan semata untuk mempercantik atau memperindah wajah atau tubuh, tanpa ada hajat untuk pengobatan atau memperbaiki suatu cacat. Contohnya, operasi untuk memperindah bentuk hidung, dagu, buah dada, atau operasi untuk menghilangkan kerutan-kerutan tanda tua di wajah, dan sebagainya.
Begitu pula pada pemasangan kawat gigi, mengenai boleh dan tidaknya ada yang mengatakan boleh dan tidak boleh. Semuanya itu perlu kita pikirkan kembali dan cari jawaban yang bias meyakinkankita dalam hal tersebut, supaya kia tidak terjun ke dalam lembah yang nista. Jikalan menurut kita patut dilakukan dan tidak menentang syariat, maka boleh dan jika sebaliknya maka janganlah kita ikuti.

sekilas kesenian pada masa abbasiyah

Perkembangan Kaligrafi Periode Bani Abbasiyah (750-1258 M)
Gaya dan teknik menulis kaligrafi semakin berkembang terlebih pada periode ini semakin banyak kaligrafer yang lahir, diantaranya Ad-Dahhak ibn ‘Ajlan yang hidup pada masa Khalifah Abu Abbas As-Shaffah (750-754 M), dan Ishaq ibn Muhammad pada masa Khalifah al-Manshur (754-775 M) dan al-Mahdi (775-786 M). Ishaq memberi kontribusi yang besar bagi pengembangan tulisan Tsuluts dan Tsulutsain dan mempopulerkan pemakaiannya. Kemudian kaligrafer lain yaitu Abu Yusuf as-Sijzi yang belajar Jalil kepada Ishaq. Yusuf berhasil menciptakan huruf yang lebih halus dari sebelumnya.
Adapun kaligrafer periode Bani Abbasiyah yang tercatat sebagai nama besar adalah Ibnu Muqlah yang pada masa mudanya belajar kaligrafi kepada Al-Ahwal al-Muharrir. Ibnu Muqlah berjasa besar bagi pengembangan tulisan kursif karena penemuannya yang spektakuler tentang rumus-rumus geometrikal pada kaligrafi yang terdiri dari tiga unsur kesatuan baku dalam pembuatan huruf yang ia tawarkan yaitu : titik, huruf alif, dan lingkaran. Menurutnya setiap huruf harus dibuat berdasarkan ketentuan ini dan disebut al-Khat al-Mansub (tulisan yang berstandar). Ia juga mempelopori pemakaian enam macam tulisan pokok (al-Aqlam as-Sittah) yaitu Tsuluts, Naskhi, Muhaqqaq, Raihani, Riqa’, dan Tauqi’ yang merupakan tulisan kursif. Tulisan Naskhi dan Tsuluts menjadi populer dipakai karena usaha Ibnu Muqlah yang akhirnya bisa menggeser dominasi khat Kufi.
Usaha Ibnu Muqlah pun dilanjutkan oleh murid-muridnya yang terkenal diantaranya Muhammad ibn As-Simsimani dan Muhammad ibn Asad. Dari dua muridnya ini kemudian lahir kaligrafer bernama Ibnu Bawwab. Ibnu Bawwab mengembangkan lagi rumus yang sudah dirintis oleh Ibnu Muqlah yang dikenal dengan Al-Mansub Al-Faiq (huruf bersandar yang indah). Ia mempunyai perhatian besar terhadap perbaikan khat Naskhi dan Muhaqqaq secara radikal. Namun karya-karyanya hanya sedikit yang tersisa hingga sekarang yaitu sebuah al-Qur’an dan fragmen duniawi saja.
Pada masa berikutnya muncul Yaqut al-Musta’simi yang memperkenalkan metode baru dalam penulisan kaligrafi secara lebih lembut dan halus lagi terhadap enam gaya pokok yang masyhur itu. Yaqut adalah kaligrafer besar di masa akhir Daulah Abbasiyah hingga runtuhnya dinasti ini pada tahun 1258 M karena serbuan tentara Mongol.
Pemakaian kaligrafi pada masa Daulah Abbasiyah menunjukkan keberagaman yang sangat nyata, jauh bila dibandingkan dengan masa Umayyah. Para kaligrafer Daulah Abbasiyah sangat ambisius menggali penemuan-penemuan baru atau mendeformasi corak-corak yang tengah berkembang. Karya-karya kaligrafi lebih dominan dipakai sebagai ornamen dan arsitektur oleh Bani Abbasiyah daripada Bani Umayyah yang hanya mendominasi unsur ornamen floral dan geometrik yang mendapat pengaruh kebudayaan Hellenisme dan Sasania.
Perkembangan Kaligrafi Periode Lanjut
Selain di kawasan negeri Islam bagian timur (al-Masyriq) yang membentang di sebelah timur Libya termasuk Turki, dikenal juga kawasan bagian barat dari negeri Islam (al-Maghrib) yang terdiri dari seluruh negeri Arab sebelah barat Mesir, termasuk Andalusia (Spanyol Islam). Kawasan ini memunculkan bentuk kaligrafi yang berbeda. Gaya kaligrafi yang berkembang dominan adalah Kufi Maghribi yang berbeda dengan gaya di Baghdad (Irak). Sistem penulisan yang ditemukan oleh Ibnu Muqlah juga tidak sepenuhnya diterima, sehingga gaya tulisan kursif yang ada bersifat konservatif.
Sementara bagi kawasan Masyriq, setelah kehancuran Daulah Abbasiyah oleh tentara Mongol dibawah Jengis Khan dan puteranya Hulagu Khan, perkembangan kaligrafi dapat segera bangkit kembali tidak kurang dari setengah abad. Oleh Ghazan cucu Hulagu Khan yang telah memeluk agama Islam, tradisi kesenian pun dibangun kembali. Penggantinya yaitu Uljaytu juga meneruskan usaha Ghazan, ia memberikan dorongan kepada kaum terpelajar dan seniman untuk berkarya. Seni kaligrafi dan hiasan al-Qur’an pun mencapai puncaknya. Dinasti ini memiliki beberapa kaligrafer yang dibimbing Yaqut seperti Ahmad al-Suhrawardi yang menyalin al-Quran dalam gaya Muhaqqaq tahun 1304, Mubarak Shah al-Qutb, Sayyid Haydar, Mubarak Shah al-Suyufi dan lain-lain.
Dinasti Il-Khan yang bertahan sampai akhir abad ke-14 digantikan oleh Dinasti Timuriyah yang didirikan Timur Leng. Meskipun dikenal sebagai pembinasa besar, namun setelah ia masuk Islam kaum terpelajar dan seniman mendapat perhatian yang istimewa. Ia mempunyai perhatian besar terhadap kaligrafi dan memerintahkan penyalinan al-Qur’an. Hal ini dilanjutkan oleh puteranya Shah Rukh. Diantara ahli kaligrafi pada masa ini adalah Muhammad al-Tughra’I yang menyalin al-Qur’an bertarih 1408 daam gaya Muhaqqaq emas. Dan putera Shah Rukh sendiri yang bernama Ibrahim Sulthan menjadi salah seorang kaligrafer terkemuka.
Dinasti Timuriyah mengalami kemunduran menjelang abad ke-15 dan segera digantikan oleh Dinasti Safawiyah yang bertahan di Persia dan Irak sampai tahun 1736. pendirinya Shah Ismail dan penggantinya Shah Tahmasp mendorong perumusan dan pengembangan gaya kaligrafi baru yang disebut Ta’liq yang sekarang dikenal khat Farisi. Gaya baru yang dikembangkan dari Ta’liq adalah Nasta’liq yang mendapat pengaruh dari Naskhi. Tulisan Nasta’liq ahkirnya menggeser Naskhi dan menjadi tulisan yang biasa digunakan untuk menyalin sastra Persia.
Di Kawasan India dan Afganistan berkembang kaligrafi yang lebih bernuansa tradisional. Gaya Behari muncul di India pada abad ke-14 yang bergaris horisontal tebal memanjang yang kontras dengan garis vertikalnya yang ramping. Sedangkan di kawasan Cina memperlihatkan corak yang khas lagi, dipengaruhi tarikan kuas penulisan huruf Cina yang lazim disebut gaya Shini. Gaya ini mendapat pengaruh dari tulisan yang berkembang di India dan Afganistan. Tulisan Shini biasa ditorehkan di keramik dan tembikar.
Dalam perkembangan selanjutnya, wilayah Arab diperintah oeh Dinasti Utsmaniyah (Ottoman) di Turki. Perkembangan kaligrafi sejak masa dinasti ini hingga perkembangan terakhirnya selalu terkait dengan dinasti Utsmaniyah Turki. Perkembangan kaligrafi pada masa Utsmaniyah ini memperlihatkan gairah yang luar biasa. Kecintaan kaligrafi tidak hanya pada kalangan terpelajar dan seniman tetapi juga beberapa sultan bahkan dikenal juga sebagai kaligrafer. Mereka tidak segan-segan untuk merekrut ahli-ahli dari negeri musuh seperti Persia, maka gaya Farisi pun dikembangkan oleh dinasti ini. Adapun kaligrafer yang dipandang sebagai kaligrafer besar pada masa dinasti ini adalah Syaikh Hamdullah al-Amasi yang melahirkan beberapa murid, salah satunya adalah Hafidz Usman. Perkembangan kaligrafi Turki sejak awal pemerintahan Utsmaniyah melahirkan sejumlah gaya baru yang luar biasa indahnya, berpatokan dengan gaya kaligrafi yang dikembangkan di Baghdad jauh sebelumnya. Yang paling penting adalah Syikastah, Syikastah-amiz, Diwani, dan Diwani Jali. Syikastah (bentuk patah) adalah gaya yang dikembangkan dari Ta’liq an Nasta’liq awal. Gaya ini biasanya dipakai untuk keperluan-keperluan praktis. Gaya Diwani pun pada mulanya adalah penggayaan dari Ta’liq. Tulisan ini dikembangkan pada akhir abad ke-15 oleh Ibrahim Munif, yang kemudian disempurnakan oleh Syaikh Hamdullah. Gaya ini benar-benar kursif, dengan garis yang dominan melengkung dan bersusun-susun. Diwani kemudian dikembangkan lagi dan melahirkan gaya baru yang lebih monumental disebut Diwani Jali, yang juga dikenal sebagai Humayuni (kerajaan). Gaya ini sepenuhnya dikembangkan oleh Hafidz Usman dan para muridnya.

Selasa, 07 Juni 2011

Fenomenologi (Edmund Husserl)

A. AWAL FENOMENOLOGI HUSSERL
Istilah fenomenologi secara etimologis berasal dari kata fenomena dan logos. Arti kata logos sudah tidak perlu dijelaskan lagi, sebab sudah menjadi pengertian umum dan dikenal dalam berbagai susunan. Sedangkan kata fenomena berasal dari kata kerja Yunani “phainesthai” yang berarti menampak, dan terbentuk dari akar kata fantasi, fantom, dan fosfor yang artinya sinar atau cahaya. Dari kata itu terbentuk kata kerja, tampak, terlihat karena bercahaya. Dalam bahasa kita berarti cahaya. Secara harfiah fenomena diartikan sebagai gejala atau sesuatu yang menampakkan
Fenomenologi itu ciptaan Husserl (1859-1939). Ia sendiri dipengaruhi oleh brentano (1838-1917). Filsafat Husserl memang mengalami perkembangan yang agak lama. Pada mulanya ia berfilsafat tentang ilmun asti , tetapi kemudian sampai juga kepada renungan filsafat pada umumnya serta dasar-dasarnya sekali. Seperti dulu Descrates berpendapat bahwa adanya bermacam-macam aliran dalam filsafat yang satu sama lain bertentanga itu, karena orang tidak mulai dengan metode dan dasar permulaan yang dipertaanggungjawabkan. Maka dari itu haruslah dicari suatu metode yang memungkinkan kita untuk berpikir, tanpa mendasarkan pikiran itu pada suatu pendapat lebih dulu. Biasanya orang berpikir setelah mempunyai suatu teori atau pendirian sendiri. Itu tidak benar, demikian Husserl, orang harus mulai dengan mengamat-ngamaati hal sendiri tanpa dasar suatu apapun: Zu den Sachen selbst’. Ia memerlikan analisa kesadaran. Maka analisa ini menunjukkan kepeda kita, bahwa kesadaran itu sungguh-sungguh selalu terahkan kepada objek. Oleh karena yang diselidiki itu susunan kesadaaran itu sendiri, maka haruslah nampak objek dalam kesadaran ( gejala fenomenon ) maka gejala ini diselidiki pula. Sungguh tidaknya objek itu tidaklah masuk kepada objek peneyelidikan. Yang harus dicari sekarang ialah yang sungguh-sungguh merupakan inti sari itu tidak dihiraukan. Tetapi bukanlah ini dengan cara abstaksi seperti ajaran tomisme, meleinkan inti ajaran itu tercapai oleh intuisi: inti itu terpandangi oleh budi.

B. RIWAYAT HUSSERL
Husserl berpromosi tahun 1881 dalam bidang ilmu pasti. Kemudian ia menjabat sebagai asisten dalam mata kuliah ilmu pasti pula. Tetapi lama kelamaan ia tertarik oleh soal-soal filosofis. Dalam tahun 18841886 ia ikut kuliah pada Franz Bentano di Wina. Kegiatannya sebagai filsuf dibagi 4 tahap :
a. Periode pra-fenomenologis (1887-1901)
Pada waktu itu ia mengajarkan filsafat di Halle, sebagai dosen ‘tamu’.
Ia mengajarkan filsafat di Gottigen, dengan mulai sebagai dosen tidak tetap, 1901-1916. Selama periode kedua ini ia mulai menyelidiki tipe-tipe murni d iantara engalaman-pengalaman logis, sesuai dengan obyeknya. Dan bberhubungan dengan itu, ia juga mulai memperkembangkan metode fenomenologissuai dengan objeknya. Dan berhububgan dengan itu, ia juga mulai memperkembanngkan metode fenomenologis .
b.Periode fenomenologis sebagai usaha epistemologis yang terbatas: 1901-1906
Ia mengajarkan filsafat di Gottingen, dengan mulai sebagai dosen tidak tetap, 1901-1916. Selama periode kedua ini ia mulai menyelidiki tipe-tipe murni di antara pengalaman-pengalaman logis, sesuai denga objeknya. Dan berhubungan dengan itu, ia juga mulai memperkembangkan metode fenomenologis.
c. Periode fenomenologis murni, sebagai dasar umum bagi filsafaat dan ilmu: 1907-1935.
Ia mengajarkan terus di Gottingen dulu, kemudian menjadi guru besar di Freiburg (1916-1929). Antara 1913-1930 ia mengumpulkan kelompok asisten dan mahasiswa yang sangat dekat: antara lain Pfander, Scheler,Heidegger, Reinach, Concard-Martius, Ingarden, Fink, Farber. Namun caranya bersfilsafat selalu agak bersifat monolog. Dan pada umumnya ia merasa terisolir.
d. Periode pengatasan idealisme: 1935-1938.
 Karya yang sesuai dengan perkembangan itu adalah 1936, Die Krisis der europaischen Wisse nchaften und die transzendentale Phanomnologie[1]

C.KARYA HUSSERL
Antara tahun 1970 dan tahun 1995 banyak karya Husserl diterjemahkan, antara lain: Logishe Untersuchungen, Krisis der Eurpopischen Wissenschaften und die transzedetale Phenomenologie, Fofmale und transzendentale Logik, Phenomenologishe Psychologie, dan Ideen II.  Banyak karya Husserl lainnya juga diterjemahkan pada tahun-tahun tersebut. Meskipun Husserl meninggal tahun 1935, ternyata pemikiran filsafatmenjadi solusinya atas kebuntuan dunia ilmu yang dikuasai oleh filsafat ilmu positivisme.
Filsafat positivisme menggunakan metodologi analitik dalam pengembangan ilmunya; secara analitik mencari unit terkecil, dihimpun fakta indrawi sebagai perceived view, yang dieliminasi dari konsep, idee dari subjek. Pada era positivisme induktif, filsafat ilmu tersebut digunakan  induktif, filsafat ilmu tersebut digunakan untuk IPA sejak abad XVIII, dan mungkin sebelumnya. Tidak segera disadari dikembangan sebagai metodologi pengembangan ilmu sosial. Dalam perjalanan pengembangan ilmu sosial analitiknya dan dipisahkannya subjek dari objek , dengan implikasi dunia ilmu tereliminasikan manusia sebagai subjek atas objeknya, dan lebih lanjut kehilangan orientasi humanitas ilmu sosial dan humaniora.
Kelemahan menggunakan metode positivisme yang induktif  terebut memperoleh jalan keluar setelah para ahlli menengok Edmund Husserl dengan karya-karyanya. Meskipun Husserl meninggal pada tahun 1935, tetapi kkarya-karyanya diterjemahkan secara besar-besaran sejak 1970-1995, karya- karyanya tersebut menjadi sosok phenomenologi pengembangan ilmu, untuk ilmu sosial dan humaniora.

D. FENOMENOLOGI EDMUND HUSSERL
Menurut Husserl “prinsip segala prinsip” ialah bahwa hanya intuisi langsung (dengan tidak menggunakan pengantara apapun juga) dapat dipakai sebagai kriteria terakhir dibidang Filsafat. Hanya apa yang secara langsung diberikan kepada kita dalam pengalaman dapat dianggap benar dan dapat dianggap benar “sejauh diberikan”. Dari situ Husserl menyimpulkan bahwa kesadaran harus menjadi dasar filsafat. Alasannya ialah bahwa hanya kesadaran yang diberikan secara langsung kepada saya sebagai subjek, seperti akan kita lihat lagi. Fenomenologi merupakan ilmu pengetahuan (logos) tentang apa yang tampak (phainomenon). Jadi, fenomenologi mempelajari suatu yang tampak atau apa yang menampakkan diri.
fenomen” merupakan realitas sendiri yang tampak, tidak ada selubung yang memisahkan realitas dari kita., realitas itu sendiri tampak bagi kita. Kesadaran menurut kodratnya mengarah pada realitas. Kesadaran selalu berarti kesadaran akan sesuatu. Kesadaran menurut kodratnya bersifat intensionalitas. (intensionalitas merupakan unsur hakiki kesadaran. Dan justru karena kesadaran ditandai oleh intensionalitas, fenomen harus dimengerti sebagai sesuatu hal yang menampakkan diri.
             “Konstitusi” merupakan proses tampaknya fenomen-fenomen kepada kesadaran. Fenomen mengkonstitusi diri dalam kesadaran. Karena terdapat korelasi antara kesadaran dan realitas, maka dapat dikatakan konstitusi adalah aktivitas kesadaran yang memungkinkan tampaknya realitas. Tidak ada kebenaran pada dirinya lepas dari kesadaran. Kebenaran hanya mungkin ada dalam korelasi dengan kesadaran. Dan karena yang disebut realitas itu tidak lain daripada dunia sejauh dianggap benar, maka realitas harus dikonstitusi oleh kesadaran. Konstitusi ini berlangsung dalam proses penampakkan yang dialami oleh dunia ketika menjadi fenomen bagi kesadaran intensional.
Sebagai contoh dari konstitusi:  “saya melihat suatu gelas, tetapi sebenarnya yang saya lihat merupakan suatu perspektif dari gelas tersebut, saya melihat gelas itu dari depan, belakang, kanan, kiri, atas dan seterusnya”. Tetapi bagi persepsi, gelas adalah sintesa semua perspektif itu. Dalam prespektif objek telah dikonstitusi. Pada akhirnya Husserl selalu mementingkan dimensi historis dalam kesadaran dan dalam realitas. Suatu fenomen tidak pernah merupakan suatu yang statis, arti suatu fenomen tergantung pada sejarahnya. Ini berlaku bagi sejarah pribadi umat manusia, maupun bagi keseluruhan sejarah umat manusia. Sejarah kita selalu hadir dalam cara kita menghadapi realitas. Karena itu konstitusi dalam filsafat Husserl sulalu diartikan sebagai “konstitusi genetis”. Proses yang mengakibatkan suatu fenomen menjadi real dalam kesadaran adalah merupakan suatu aspek historis.
Pandangan Husserl tentang “Reduksi Fenomenologis”. Kita pada dasarnya cenderung untuk bersikap natural dalam artian dengan diam-diam percaya akan adanya dunia. Untuk memulai fenomenologi kita seharusnya meninggalkan sifat ini pada dunia real. Reduksi bukan merupakan kesangsian terhadap dunia, melainkan suatu netralisasi, ada tidaknya dunia real tidak memiliki perannya lagi. bagi Husserl reduksi merupakan ada tidaknya dunia real tidak relevan dan persoalan ini dapat disisihkan tanpa merugikan. Dengan mempraktekkan reduksi ini kita akan masuk pada “sikap fenomenologis”. Reduksi ini harus dilakukan menurut Husserl lebih dikarenakan karena Husserl menginginkan fenomenologi menjadi suatu ilmu rigous. Ilmu rigous tidak boleh mengandung keraguan, atau ketidak pastian apapun juga. Ucapan yang dikemukakan pada ilmu rigorous harus bersifat “apodiktis” (tidak mengizinkan keraguan).
             Suatu benda material tidak pernah diberikan kepada kita secara apodiktis dan absolut. Setiap benda material selalu diberikan dalam bentuk profil-profil. Misalnya dari sebuah lemari yang ada di hadapan saya, saya hanya dapat melihat depannya saja tanpa dapat mengetahui bentuk depannya, dan ketika saya ingin melihat sisi depannya, maka saya harus melihatnya dari sisi yang lainnya, namun setelah itu saya tidak bisa melihat sisi depan dari profil-profil lain. Dengan cara inilah benda-benda material tampak bagi saya. Setiap benda material tidak pernah diberikan kepada saya menurut segala profil-profilnya, secara total dan absolut. Cara realitas material tampak bagi saya bersikap sedemikian rupa, sehingga tidak dapat ditemukan pernyataan-pernyataan apodiktis dan absolut tentangnya. Karena alasan-alasan itulah fenomenologi sebagai ilmu rigorous harus mulai dengan mempraktekkan “reduksi transendental”.
             Jika kita menempatkan realitas material dengan mempraktekkan reduksi transendental tersebut, apakah yang tinggal untuk mendasari fenomenologi sebagai ilmu rigorous. Husserl berpendapat bahwa yang tinggal adalah kesadaran atau subjektivitas. Kesadaran tidak berkeluasan dalam ruang. Kesadaran tampak bagi saya secara total dan langsung. Karena itu menjadi mungkin mengemukakan pernyataan-pernyataan apodiktis dan absolut tentangnya. Adanya kesadaran dan juga struktur kesadaran dapat dinyatakan secara absolut. Jadi, kesadaran harus dipilih sebagai dasar bagi fenomenologi sebagai ilmu rigorous.
             Reduksi menyingkapkan kesadaran sebagai menurut kodratnya terarah pada dunia, sebagai intensional. Dengan demikian dunia mendapat tempatnya lagi dalam fenomenologi. Kita tidak lagi bicara tentang dunia secara naif, seakan-akan dunia sama sekalai tidak berkaitan dengan kesadaran, seperti dibuat dalam sikap natural. Tetapi dalam fenomenologi kita menemukan dunia sebagai korelat dari kesadaran, dunia sebagai fenomen. Demikianlah fenomenologi dapat mempelajari dunia dan merumuskan ucapan-ucapan apodiktis dan absolut tentangnya. Dalam fenomenologi kita tidak bertolak belakang dengan dunia, sebaliknya realitas material ditemui dalam suatu prespektif baru, yaitu korelat bagi kesadaran. Menurut Husserl yang lebih penting dalam reduksi bukannya menaruh dunia sendiri antara kurung, melainkan setiap interpretasi atau teori tentang dunia. Ia menekankan aspek positif dari reduksi, reduksi bukan saja berpaling dari dunia seperti dimengerti dalam sikap natural, melainkan juga terutama berpaling kepada sesuatu yaitu kesadaran atau “ego transendental”[2]

1.      Intensionalis
Sependapat dengan gurunya ( Franz Brento), Edmund Husserlberteori bahwa  intentionalitas merupakan keterarahan obyek dalam status mental kita, buka sekedar mental inexistence saja. Lebih lanjut Husserl mengembangkan bahwa intensionalitas merupakan subjective actof meaning.subject acts tersebut dibedakan antara material of act  dan quality of act material of act  merupakan content yang pilar dari sense of experience. Quallity of act adalah perceiving, imaging,, desiring, hating, on the esteeming  of content. Dari rumusan-rumusan Husserl tersebut secara sederhana dapat dikemukakan bahwa intensiolitas merupakan keterarahan subjek dalam memaknai pengalaman ddenga membuat pembobotan isi persepsinya, imaginasinya,  ataupun ketidaksukaanya terpisah dari pengalaman lainnya. Logika phenomenologi menghimpun bukti esensial yang diangat dari phenomena yang momot intensionalitas tersebut diatas untuk dasar membuat analisis kesimpulan dan kebenara. Logika  matematik menghimpun bukti fakta indrawi yang relevan sampai yang konstruktif untuk dasar membuat analisis dan kesimpulan kebenaran.
2.      Intersubjectivity
Bagi husserl intersubjectivity merupakan bagian dari telaah phenomenologi transedental. Saat kita membuat refleksi the other world dengan intensionalitas kita, kita berhadapan dengan subjectivitas intensionalitas subjek lain. Kita melihat sube lain  sebagai objek dituntu pula untuk mampu menerima kita sebagai obyek subyek lain. Dan akhirya kita dituntut mampu membangun a share values, a cultural world.
Phenomenologi transenden Husserl degan intersubjectivity yang transenden obyektif, penulis teruskan ke transendensi theistik, yaitu pengakkuan bangunan  an ontological values and morals, sebagai ekstensi deontological values and morals.   
3.      Transedental logic
Husserl membahas tentang logika formil dan logika transendental dalam menjawab etanyaan ontologik. Kedua logika mengambil kesimpulan dengan membuat judgement, membuat kesimpulan secara a priori. Telaah ontologik phenomenologi transendental dituntut tidak lagi membuat kesimulan a priori, tetapi a posteriori. Dan Husserl lebih lanjut menyatakan bahwa suatu saat logika transendental akan menemukan phenomenological insight into the determinablity of the real through the ideal.
Husserl telah mengakui tentang phenomenologi transenden yang mungkin dapat dijangkau lewat phenomenological insight dengan memastikan dunia riil lewat dunia ideal kita.
4.Transedental Logic
Hussel membahas tentang Logika formil dan logika transedental dalam menjawab pertanyaan ontologik. Kedua logika mengambil kesimpulan dengan membuat judgment, membuat kesimpulan secara apriori. Telaah ontologik phenomenologi transadental dituntut ttidak lagi mmembuat kesimpulan a  priori, tatapi a posteriori. Dan Husserl lebih lanjut menyatakan bahwa suatu saat logika transedental akan menemukanphenomenological insight into the determinablity of the real throught the ideal.
Husserl telah mengakui phenomenologi transeden yang mungkin dapat djangkau lewat phenomenological insight dengan memastikan dunia riil lewat dunia ideal kita.[3]

KESIMPULAN

Husserl berpendapat bahwa kesadaran harus menjadi dasar filsafat. Alasannya ialah bahwa hanya kesadaran yang diberikan secara langsung kepada saya sebagai subjek. fenomenologi mempelajari suatu yang tampak atau apa yang menampakkan diri.
fenomen merupakan realitas sendiri yang tampak, tidak ada selubung yang memisahkan realitas dari kita., realitas itu sendiri tampak bagi kita. Kesadaran menurut kodratnya mengarah pada realitas. Fenomen mengkonstitusi diri dalam kesadaran. Karena terdapat korelasi antara kesadaran dan realitas, maka dapat dikatakan konstitusi adalah aktivitas kesadaran yang memungkinkan tampaknya realitas.
 Husserl mempunyai konsep sentral yaitu: (1)Intensionalis, merupakan keterarahan obyek dalam status mental kita, buka sekedar mental inexistence saja, intensionalitas merupakan subjective actof meaning.(2)Intersubjectivity, intersubjectivity merupakan bagian dari telaah phenomenologi transedental. Saat kita membuat refleksi the other world dengan intensionalitas kita, kita berhadapan dengan subjectivitas intensionalitas subjek lain. (3)Transedental logic, logika formil dan logika transendental untuk menjawab etanyaan ontologik. Kedua logika mengambil kesimpulan dengan membuat judgement, membuat kesimpulan secara apriori. (4) Transedental Logic, membahas tentang Logika formil dan logika transedental dalam menjawab pertanyaan ontologik. Kedua logika mengambil kesimpulan dengan membuat judgment, membuat kesimpulan secara apriori


DAFTAR PUSTAKA

Bukker, Anton. 1986. Metode-Metode Filsafat. Jakarta: Porer Ghalla Indonesia.
Hadiwijono, Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta: Kanisius. 1980
Bertens. Filsafat barat Abad XX, Inggris-Jerman. Jakarta : Gramedia. 1983
Muhadjir, Noeng.2006. Filsafat Umum Kualitatif  dan Kuantitatif. Yogyakarta: Reka Sarasin


[1] Bukker, Anton. Metode-Metode Filsafat (Jakarta: Porer Ghalla Indonesia.1986), hal.107-108.
[3] Muhadjir, Noeng. Filsafat Umum Kualitatif dan Kuantitatif, (yogyakarta,Reka Sarasin,2006)hal.163-165