Rabu, 10 Oktober 2012

PERKEMBANGAN RASA AGAMA DARI ANAK-ANAK HINGGA REMAJA


A. PENDAHULUAN
Manusia dipandang dari gejala-gejala jiwa yang terdalam sebagai suatu keyakinan yang disebut agama. Berbicara mengenai agama tidak lepas dari pembicaraan tentang rasa agama yang memang merupakan sesuatu yang harus kita ketahui mengingat betapa pentingnya penanaman rasa agama pada tiap-tiap individu. Bahkan tidak hanya sekedar itu, di berbagai sisi kehidupan rasa agama akan sangat berpengruh terhadap sikap dan tingkah laku seseorang.
Dalam pendidikan Islam rasa agama merupakan satu komponen dari tujuan pokok pendidikan islam yang nantinya harus ditanamkan pada masing-masing individu secara perlahan dengan tujuan agar dapat melekat pada diri individu tersebut. Untuk mengetahui sejauh mana tujuan dari penanaman rasa agama berhasil atau tidaknya hanya bisa dirasakan oleh masing-masing individu yang menerimanya. Berhasil atau tidaknya pendidikan islam dalam mencapai tujuannya akan dapat dilihat setelah dilakukannya refleksi diri terhadap seseorang, tujuan pendidikan agama dapat dikatakan berhasil jika rasa agama yang ditanamkan telah mengkristal pada diri individu yang menerima dan individu tersebut dapat menjalankan perintah-perintah agama sesuai kesadaran diri berdasarkan hati nurani tanpa disuruh oleh orang lain, jika tidak seperti itu maka belum bisa dikatakan berhasil.
Kesadaran agama adalah bagian atau segi yang terasa dalam pikiran dan dapat dilihat gejalanya melalui introspeksi. Kesadaran terhadap tugas keagamaan juga bertahap dari masa anak-anak hingga dewasa. Pendidikan dasar akan sanag berpengaruh pada perkembangan selanjutnya. Mereka akan mengalami kadar rasa agama yang berbeda-beda. Kadangkala mereka tinggi dalam hal beribadah, kadangkala turun drastis, kadang juga sedang-sedang saja, tiap orang berbeda-beda. Mengingat betapa pentingnya masalah rasa agama sehingga perlu dilakukan pembahasan seperti yang akan dibahas dalam mini riset kali ini yakni tentang perkembangan rasa agama dari anak-anak hingga remaja melalui analisis kasus.

B. KASUS
Saya seorang yang berasal dari keluarga yang religius, ayah saya seorang yang disegani oleh penduduk desa karena beliau adalah sosok yang religius dan merupakan imam masjid dan guru ngaji. Keturunan dari ayah maupun ibu saya semuanya dididik di dunia pesantren dari kecil, sehingga sejak dini rasa agama mereka telah tertanam dibuktikan dengan kegiatan-kegiatan keagamaan yang mereka lakukan, tanpa ada perintah dari orang tua mereka sudah melakukannya dengan kesadaran diri bahwa mereka sebagai orang islam mempnyai kewajiban untuk shalat. Itulah yang saya dapat dari cerita nenek saya tentang ayah dan ibu saya.
Mengenai diri saya sendiri penanaman tentang rasa agama sudah saya dapatkan sejak kecil karena di rumh saya  sendri orang tua saya mengajar ngaji, sehingga secara langsung saya diikutkan dalam kegiatan itu. Walaupun hanya mendengarkan tetapi dengan itu saya bisa dengan sendirinya, misal dalam mendengarkan surat-surat pada juz amma, walaupun saya belum mengaji saya sudah hafal surat-surat dalam juz amma sejak umur 3 tahun dari hasil mendengarkan ketika anak-anak mengaji di tempat saya. Tidak seperti ibu-ibu pada umumnya yang selalu memberikan dongeng kepada anak-anaknya, ibu saya  justru membacakan surat-surat pendek. Setiap ayah dan ibu pergi ke masjid untuk melakukan shalat jamaah, ketika saya melihatnya sedang bersiap-siap saya meminta mereka untuk menunggu saya, kemudian saya ikut bersiap-siap. Semangat untuk melakua shalat berjmaaah ada karena meliht mereka shalat bersama-sama ke masjid rasanya senang.
            Awal saya sekolah saya dimasukan dalam sekolah RA (Raudlatul Athfal). Disana saya mulai diajarkan tentang pelajaran-pelajaran dasar tentang agama, tetapi saya belum begitu mengerti. Saya hanya menerima apa yang dikatakan oleh guru saya. Saya beranggapan apa yang diceritakan oleh guru orang tua saya itu tidak benar tentang jika kita berdoa maka doa kita akan dikabulkan. Suatu hari anak-anak RA sedang istirhat, maka mereka berlarian untuk berebut memilih mainan yang mereka suka. Ketika saya menghampiri mainan tersebut ternyata teman saya tidak mau untuk bergantian, kemudian saya berdoa kepada Tuhan agar teman saya memberikan mainan tersebut. Saya mencoba kembali meminta mainan tersebut tetapi teman saya tetap bersikeras  mempertahankannya. Itu berarti bahwa doa saya waktu itu tidak dikabulkan. Saya marah. Ketika dirumah saya tidak menjalankan shalat jika tidak disuruh oleh ibu. Walaupun saya tahu jika tidak melaksanakan shalat itu dosa dan masuk neraka. Bahkan ketika shalat jamaah saya selalu bermain-main dengan teman-teman sebaya saya yang datang ke masjid sambil shalat senggol sana-sini dana melihat depan belakang. Saya juga sering shalat tanpa mengucapkan yang telah diajarkan oleh guru dan ayah saya, tetapi hanya diam dan tak jarang melamun. Saya sering merasa bosan untuk shalat. Anggapan saya mengenai Tuhan bahwa Tuhan itu memiliki kehidupan seperti manusia, jika kita makan maka Tuhan makan, jika terjadi hujan maka saat itu Tuhan menumpahkan minum ketika hendak minum.
Lulus dari RA saya dimasukkan di Madrasah Ibtidaiyah. Saat itulah saya mulai menjalankan shalat lima waktu dan saya juga sudah mulai melakukan puasa ramadhan seperti yang orang dewasa lakukan, ketika akan membatalkan puasa saya merasa takut akan sikasa neraka seperti yang diceritakan oleh bu guru di RA dan dari ibu juga, sehingga saya melakukan puasa ramadhan selama 30 hari, kecuali ketika saya sakit ibu yang meminta saya untuk puasa setengah hari saja. yang tentu pendidikan agamanya mempunyai nilai lebih dari sekolah. Setelah itu saya melanjutkan pendidikan di Madrasah Tsanawiyah dan setelah lulus dilanjutkan di Madrasah Aliyah,
Mulai masuk Aliyah saat itulah saya mulai dimasukkan dalam dunia pesantren. Ketika berada di pesantren justru saya mengalami krisis religiusitas. Jika di dalam pesantren saya selalu melakukan shalat 5 waktu tetapi ketika telah bepergian dengan teman terkadang saya dan teman-teman lupa untuk melaksanakan kewajiban tersebut. Karena teman-teman saya juga jarang untuk melakukan shalat. Dalam hal ketaatan terhadap peraturan pesantren juga sangat kurang. Saya sering melanggar karena pegaruh teman-teman dekat saya yang sering melanggar, jika tidak saya akan diremehkan. Dalam melaksanakan kegiatan pesantren seperti mengaji saya selalu bermalas-malasan, saya beragkat ngaji karena tuntutan peraturan pesantren, saya membawa kitab seperti yang lain, tetapi disana saya dengan teman-teman dekat saya mendengarkan mp3 dan tidak menulis, hanya duduk di belakang. Ketika diberi pertanyaan atau diperintahkan untuk membaca saya meminjam milik teman lain yang mencatat dan memperhatikan, sehingga disitu pak ustad tidak tahu kalau saya tidak mencatat. Itulah awal saya masuk di pesantren karena terpaksa diperintahkan oleh ayah. Setelah 5 bulan saya menjalani kehidupan di dunia pesantren saya merasa tidak betah dan meminta ayah untuk mengeluarkan saya dari pesantren tersebut, tetapi ayah tidak menuruti. Sehingga saya sering pulang dalam waktu lama dan tidak mau kembali ke pesantren lagi, seharusnya di usia saya waktu itu sudah menyadari akan pentingnya pesantren sebagai bekal rohani saya, tetapi malah justru sebalinya. Faktor utama menurut saya adalah salah memilih teman, di pesantren banyak teman tetapi saya bersahabat dengan yang anak-anak yang masih kurang rasa agamanya. Sehingga saya terbawa dengan kebiasaan mereka untuk meninggalkan shalat. Alhasil akhirnya saya keluar dari pesantren dari hasil pengorbananku merengek memohon kepada ayah. Setelah keluar lama-kelamaan saya sadar saya kembali rajin melakukan shalat 5 waktu atas kesadaran sendiri, bahkan saya sering melakukan shalat tahajud di rumah, dan di sekolah saya juga sering melakukan dhuha ketika waktu  istirahat. Hal itu saya lakukan ketika saya sadar. Saya sering bangun malam ketika itu saya sering melihat orang tua saya melakukan shalat tahajud. Saya termotivasi oleh kebiasaan orang tua sendiri. Saya seperti mendapat pencerahan.
            Sampai pada akhirnya saya lulus MA saya masuk ke jurusan sastra inggris di UIN Sunan Kalijaga, tetapi orang tua saya tidak menghendakinya, orang tua saya memaksa saya untuk  mendaftar lagi dan mengambil jurusan PAI. Saat itu saya menjadi benci terhadap PAI, saya kembali jarang melakukan shalat. Kebetulan waktu itu saya dimasukkan di kost, dengan dukungan dari teman-teman yang kebanyakan jarang shalat saya pun mengikutinya. Tetapi disisi lain terkadang saya meneingkat dari segi ketaatan beragama seperti melakukan shalat malam dan rajin shalat, bahkan waktu itu saya berkeingian untuk terjun ke dunia TPA, saya mengajar TPA di masjid dekat kost. Terkadang juga saya merasa bosan dan melanggar kewajiban agama. Kebiasaan itu terus berlanjut. Hingga pada akhirnya orang tua saya memasukan saya ke dalam pesatren. Di Pesantren saya merasa betah, teman-teman yang rajin shalat malam dan mujahadah malam membuat saya termotivasi kembali, saya menyadari kalau saya butuh ilmu agama yang mendalam. Setiap hari saya melakukan mujahadah dan saya termasuk sering melakukan shalat malam. Saya sangat bersyukur dengan dimasukkannya saya ke dalam pesantren, dan ketika teman saya mengajak untuk kost kembali saya pun mantap untuk menolaknya. Permasalahn besar yang sedang saya hadapi saat ini yakni kebingungan, karena lingkungan di sekitar yang berbeda-beda pemahaman, dari ajaran shalat yang berbeda terkadang saya mulai ragu manakah yang benar. Berbagai pemahaman tentang kebenaran, menurut yang satu jika dilakukan degan cara ini boleh tapi menurut paham lain tidak boleh, saya makin bingung. Saya mencari tahu dengan cara membaca buku atau beranya pada yang lebih pandai tentang kebenarannya, tetapi hasilnya belum juga puas karena jawaban mereka cenderung berbeda-beda pula.

C. ANALISIS
Kesadaran beragama pada masa kanak-kanak sangat dipengaruhi oleh keimanan, sikap dan tingkah laku keagamaan orang tuanya. Keadaan jiwa orang tua sudah terpengaruh terhadap perkembangan jiwa anak sejak janin di dalam kandungan[1]. Latihan latihan keagamaan yang menyangkut ibadah seperti sembahyang, doa, membaca Al-Qur’an (atau menghafalkan ayat-ayat atau surat-surat pendek), sembahyang berjamaah, di sekolah, masjid atau langgar, harus dibiasakan sejak kecil, sehingga lama-kelamaan akan tumbuh rasa senang melakukan ibadah tersebut. Dia dibiasakan sedemikian rupa, sehingga dengan sendirinya ia akan terdorong untuk melakukannya, tanpa suruhan dari luar, tapi dorongan dari dalam. Ingat prinsip agama Islam tidak ada paksaan, tapi ada keharusan pendidikan yang dibebankan kepada orang tua dan guru atau orang yang mengerti agama.[2] Berhubungan dengan keadaan kasus saya ketika masih kecil, pegaruh dari keimanan, sikap dan tingkah laku serta kebiasaan  keagamaan orang tua yang baik membuat saya mengikuti apa yang mereka biasa lakukan termasuk memang ketika itu saya belum mengaji tetapi sudah bisa hafal surat-surat pendek dan keinginan untuk shalat jamaah sering ketika ayah dan ibu berangkat ke masjid. Pada usia anak-anak belum mempunyai pemhaman dalam melaksanakan ajaran agama islam, disinilah peran orang tua dalam memperkenalkan dan membiasakan anak dalam melakukan tindakan-tindakan agama sekalipun hanya bersifat meniru. Tindakan yang tepat untuk perkembangan agama pada masa selanjutnya. Apabila anak tidak terbiasa melaksanakan melasanakan ajaran agama terutama ibadah (secara konkret seperti sembahyan, puasa, membaca Al Qur’an dan berdoa) dan tidak pula dilatih atau dibiasakan melaksanakan hal-hal yang diperintahkan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari serta tidak dilatih untuk menghindari larangannya maka pada waktu dewasanya nanti ia cenderung acuh atau tidak akan merasakan pentingnya agama bagi dirinya sendiri. Tapi sebaliknya anak yang banyak mendapat latihan dan pembiasaan agama, pada waktu dewasanya nanti akan semakin merasakan kebutuhan agama bagi dirinya.
Sifat keagamaan pada anak yang kurang mendalam membuat anak beranggapan yang lain tentng Tuhan. Penelitian Machion tentang sejumlah konsep ke-Tuhanan pada diri anak 73% mereka menganggap Tuhan itu bersifat seperti manusia[3]. Berkaitan dengan anggapan saya tentang hujan yang saya terima dari cerita teman, kalau hujan turun itu berarti Tuhan menumpahkan minum ke bawah meja makan, dan  bawah meja itu adalah tempat dimana kita tinggal yang sedang terjadi hujan. Anggapan anak-anak terhadap ajaran agama dapat saja mereka terima dengan tanpa kritik. Kebenaran yang mereka terima tidak begitu mendalam sehingga cukup sekedarnya saja dan mereka sudah merasa puas dengan keterangan yang kadang-kadang kurang masuk akal. Meskipun seperti itu, pada beberapa anak banyak terdapat pada diri mereka yang memiliki ketajaman berpikir untuk menimbang pemikiran yang mereka terima orang tua.
Penelitian Paff yang membuktikan anak berfikir kritis sebagai contoh suatu peristiwa seorang anak mendapat keterangan dari ayahnya bahwa Tuhan selalu mengabulkan permintaan hambanya. Suatu saat ketik saya meminta mainan kepada teman dan telah berdoa terlebih dahulu ternyata teman saya tetap tidak mau memberikannya. Maka saya tidak mau untuk shalat dan berdoa. Hal tersebut telah membuktian bahwa anak telah berfikir kritis walaupun hanya secara sederhana. Menurut penelitian pemikiran kritis baru timbl pada usia 12 tahun sejalan dengan pertumbuhan moral . Di usia tersebut, anak yang kurang cerdas pun menunjukkan pemikiran yang kreatif . Kasus ini menunjukkan bahwa anak meragukan kebenaran ajaran agama itu secara konkrit saja.[4] 
Pada usia remaja ada beberapa ciri yang dalam hal perkembangan jiwa keagamaannya menurut Zakiyah antra lain:
·         Pertumbuhan Jasmani secara cepat telah selesai
Sikap dan tindakan atau kelakuan yang terjadi akibat kematangan dari segi jasmani pada remaja berbeda antaraang satu dengan yang lain, sesuai dengan konstruksi pribadi yang mereka lalui serta lingkungan tempat hidup mereka. Ketika di pesantren saya melakukan shalat tetapi ketika bepergian dengan teman-teman seringkali saya tidak melakukan shalat.
·         Pertumbuhan kecerdasan hampir selesai
Di usia remaja mereka telah mampu mengambil kesimpulan abstrak dan sesuatu yang bersifat indrawi. Sebagai akibat dari kematangan kecerdasan itu, mereka selalu menuntut penjelasan yang masuk akal terhadap setiap ketentuan hukum agama yang dibawakan kepadanya. Mereka menghendaki agar ketentuan agama dapat mereka pahami. Saya selalu bertaya-tanya tentang perpedaan paham antara satu dengan yang lain mengenai hukum agama, yang satu membolehkan yang satu tidak membolehkan, padahal mereka sama-sama islam, tetapi saya belum merasa puas terhadap jawaban yang saya dapatkan.
·         Pertumbuhan pribadi belum selesai
Dalam ha ini jiwa mereka masih mengalami kegoncangan dan ketidakpastian. Dari segi jasmaniah mereka merasa cukup matang dan seperti orang dewasa. Dalam hal kecerdasan, mereka merasa telah mampu berfikir obyektif dan dapat mengambil kesimpuan yang abstrak dari kenyatan indrawi.
·         Pertumbuhan jiwa sosial masih berjalan
Mereka akan merasa sedih apabila diremehkan atau dikucilkan dari masyarakat teman-temanya. Karena itu, mereka itu mereka tak mau ketinggalan dari mode atau kebiasaan teman-temannya. Mereka sangat gelisah apabila dipandang rendah atau diejek oleh teman-temannya, terutama teman dari lawan jenis. Saya mengikuti kebiasaan dari teman-teman ketika berada di pesantren waktu MA dimana teman-teman saya cenderung melanggar aturan pesantren. Ketika mengaji bukannya mengaji tapi malah mendengarkan mp3. Jika saya tidak berani untuk melanggar aturan pesantren mereka mengejek saya.
·         Keadaan jiwa agama yang tak stabil
Remaja pada umur-umur ini mengalami kegoncangan atau ketidakstabilan dalam beragama.[5] Hal ini terjadi ketika saya dipaksa untuk masuk dalam jurusan PAI yang pada awalnya saya telah diterima di jurusan yang saya senangi. Saya merasa benci terhadap PAI dan saya menjadi jarang melakukan shalat.
           
            Perkembangan moral para remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha mencari roteksi. Tipe moral yang terlihat pada remaja mencakup:
a.       Self-directive, taat terhadap agama atau moral berdasarkan pertimbangan pribadi
b.      Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik
Terjadi ketika saya menyimpang dari kewajiban shalat ketika bersama teman-teman tanpa saya mengkritik mereka ataupun mengingatkan mereka.
c.       Submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama
Terjadi ketika saya merasa ragu dengan kebenaran ajaran agama yang saya peroleh jika dibandingkan dengan keyakinan aliran lain yang berbeda yang mereka menggunakan dasar.
d.      Unadjusted, belum meyakini akan kebenaran ajaran agama dan moral
e.       Deviant, menolak dasar dan hukum keagamaan serta tatanan moral masyarakat.[6]

Pada perkembangan jiwa agama remaja terkadang timbul hasrat untuk tampil ke depan umum (sosial) termasuk dalam bidang agama sehingga para remaja termotivasi terlibat dalam berbagai organisasi keagamaan seperti ketika saya di kost saya berkeinginan untuk mengajar di TPA, yang akhirnya saya terjun ke dunia sosial untuk mengajar TPA di masjid dekat kost.[7]

Sikap remaja dalam beragama :
1)      Percaya ikut-ikutan
2)      Percaya dengan kesadaran
3)      Percaya, tapi agak ragu-ragu
Pertama yakni keraguan disebabkan oleh goncangan jiwa dan terjadinya proses perubahan. Kedua disebabkan adanya kontradiksi atas kenyataan yang dilihatnya dengan apa yang diyakininya atau dengan pengetahuan yang dimilikinya. Sama halnya denga keraguan saya terhadap pegetahuan yang saya dapat dengan kenyataan di sekitar saya yang beragam paham dari segi pemahama tentang ajaran agama.
4)      Tidak percaya atau cenderung pada ateis[8]

D. KESIMPULAN
            Perkembangan rasa agama dari masa anak-anak hingga dewasa. Di dalamnya mencakup mengenai kriteria yang dimiliki orang-orang yang sudah matang dari segi rasa agamanya maupun kriteria orang yang lemah rasa agamanya. Penanaman rasa agama sangat penting dilakukan sejak dini sebagai awal dari perjalanan rasa agama untuk tahap selanjutnya. Apabila dari kecil telah tertanam pribadi yang baik maka pada saat dewasa nanti religiusitasnya juga bagus, begitu sebaliknya jika pada saat anak-anak tidak dibekali dengan penanaman rasa agama yang baik maka pada saat dewasa nanti anak itu cenderung melakukan hal yang menyimpang dari ajaran agama yang seharusnya. Ada masanya seseorang mengalami peningkatan dari segi religiusitasnya, mereka cenderung taat beragama dan menjalankan tugas keagamaan dengan baik, ada kalanya juga mereka melakukan hal yang menyimpang dan cenderung berbuat yang dilarang agama. Kesemuanya itu tidak lepas dari faktor dan motivasi yang mendasarinya. Tergantung dari pendidikan yang diterapkan dan lingkungan yang ditempati, dan masing masing individu mengalami kadar religiusitas yang berbeda-beda.



Sabtu, 24 Desember 2011

WESTERNISASI DUNIA ISLAM KASUS TURKI USMANI

Westernisasi

Westernisasi merupakan pemujaan terhadap dunia barat yang berlebihan atau dapat dikatakan sebagai pembaratan. Westernisasi yaitu sebuah arus besar yang mempunyai jangkauan politik, sosial kultural dan teknologi yang bertujuan untuk mewarnai kehidupan bangsa-bangsa terutama kaum muslimin dengan gaya barat.

 Sebab-Sebab Westernisasi

Ada beberapa hal yang menyebabkan Turki Usmani melakuan usaha westernisasi, antara lain :

1.      Kemunduran Turki Usmani dianggap sebagai penyebab karena ketika kemunduran itu dibutuhkan sebuah stretegi turki untuk bangkit yakni westernisasi. Di antara beberapa hal yang patut dipandang sebagai penyebab kejatuhan dinasti turki usmani yaitu :

·         melemahnya sistem birokrasi

·         melemahnya kekuatan militer turki usmani

·         hancurnya perekonomian kerajaan

·         muncul dan menguatnya kekuatan baru di daratan Eropa dan

·         serangan balik terhadap kerajaan turki usmani.

Pada masa awal pemerintahan, turki bisa menakhlukkan begitu banyak negara, karena turki memiliki pejabat yang berkualitas dan angkatan perang yang disiplin. Sehingga turki bisa memperluas wilayahnya hingga eropa (misalnya bizantium sampai selat bosaporus yang dilakukan oleh Orkhan). Di samping meluaskan wilayah ke Eropa, Orkhan menakhlukan wilayah di asia kecil sampai ankara. Tetapi tak selamanya kejayaan akan dialami suatu bangsa, buktinya setelah pemerintahan Sultan Sulaiman I, tanda-tanda kemunduran muncul. Misalnya, karena cara sultan memperoleh kekuasaan tidak sesuai aturan, yaitu dalam  meyakinkan pengikutnya dengan memasukan mereka ke dalam birokrasi padahal sebenarnya mereka saja tidak mengerti bagaimana berbirokrasi yang baik. Selain itu juga para sultan tidak memiliki banyak kemampuan dan lebih suka menghabiskan waktunya  di keputren dengan para harem dari pada memikirkan pemerintahanya. Hal ini jelas mengurangi wibawa seorang sultan.

Hancurnya perekonomian kerajaan karena melonjaknya penduduk yang memang tingkat pertumbuhan bertambah juga karena menurunya frekuensi penaklukan. Sehingga mendorong mereka untuk migrasi. Sedangkan ditempat yang baru mereka bekerja di tempat yang telah disediakan. Melonjaknya jumlah penduduk sedangkan bangsa sendiri sudah tak mampu memenuhi kebutuhannya, hal ini menunjukan kekacauan di bidang ekonomi. Selain itu juga karena munculnya kekuatan ekonomi dan keuangan baru di belahan eropa[3].

Munculnya kekuatan baru di Eropa, misalnya banyak penemuan bidang teknologi yang mendorong bangkitnya kekuatan baru. Dalam bidang militer, mereka mampu menciptakan senjata mutakhir, dalam ekonomi mereka berlomba-lomba menciptakan tata perekonomian dunia. Karena mereka tahu kalau Turki sedang mengurusi bangsanya yang sedang kacau, mereka mengambil kesempatan itu untuk meruntuhkannya. Mereka menyerang balik  karena Turki pernah menghancurkan negara dan merampas wilayah mereka.

2.         Wazir agung atau Sadrazam sebagai figur kunci pembaharuan berpendapat bahwa kelemahan dan kekalahan Turki menyangkut persoalan Teknis dan Militer.

3.      Banyaknya orang-orang Turki yang belajar di Eropa. Karena mereka lama tinggal di sana menjadikannya terbiasa dengan kehidupan disana baik budaya maupun tradisinya. Sehingga ketika mereka kembali ke turki mereka membawa semua itu ke negaranya.

4.      Penandatangan perjanjian kucuk kaynarca tahun 1774 memperkuat kepercayaan para pejabat akan keterbelakangan turki dalam bidang militer teknologi dan administrasi. Kenyataan ini disadari sebagai suatu yang  membahayakan bagi keberlangsungan negara. Oleh karena itu mereka melakukan westernisasi.



    Pelaksanaan

Sultan Abdul Majid I merupakan Sultan Utsmani pertama yang melakukan westernisasi pemerintahan secara resmi. Dialah yang pertama kali mengambil langkah gerakan ini dan mengeluarkan perintah resmi tentang adanya organisasi pemerintahan pada 1854 dan 1856 M.

Dengan adanya perintah resmi ini, maka dimulailah dalam pemerintahan Utsmani apa yang disebut dengan masa reorganisasi. Sebuah istilah yang sebenarnya adalah reorganisasi masalah-masalah kenegaraan di dalam pemerintahan Utsmani dengan metode Barat. Dengan dua perintah resmi ini, maka sempurnalah penyingkiran aturan-aturan syariah Islam, dan sekaligus menandai pembuatan undang-undang positif dan pendirian lembaga-lembaga.

 Sultan Abdul Majid I sangat dipengaruhi oleh menterinya, Rasyid Pasya, yang merupakan pengagum Barat dan menjadikan filsafat Freemasonry sebagai jalan hidupnya. Rasyid Pasya adalah orang yang mempersiapkan generasi pelanjut yang duduk menjadi menteri dan orang-orang penting dalam pemerintahan. Berkat perannya, mereka telah mengambil andil sangat besar dalam menggulirkan roda westernisasi yang telah ia rintis.

Pelaksanaan westernisasi terbagi ke dalam beberapa periode yaitu: Pembaharuan awal, Orde baru, Tanzimat, Turki Muda.

a)      Pembaharuan awal

Pada abad ke tujuh belas, mulai timbul kesadaran akan kemunduran Turki maka para  modernis menganggap perlunya kerajaan turki untuk mengadopsi metode yang dimiliki bangsa eropa dalam pendidikan dan kemiliteran, organisasi dan administrasi untuk menciptakan suatu perubahan dibidang pendidikan, ekonomi dan sosial yang mendukung terbentuknya negara modern.

Sehingga untuk mempercepat pembaharuan pada abad ke delapan belas, penasehat militer Eropa, mulai diperkerjakan untuk melatih orang-orang kerajaan diberbagai bidang, baik militer, teknik, dan pendidikan.  Oleh karena itu perlu ada yang mempelajari ilmu-ilmu dari eropa, maka dikirimlah para pemuda turki umtuk belajar di sana. mereka dikirim untuk mengunjungi pabrik, benteng pertahanan dan institusi yang lain. De Reochfort dipercaya untuk melatih tentara turki dalam ilmu militer  modern.

Pada tahun 1727 didirikan percetakan untuk menerbitkan buku-buku terjemahan karya Eropa bidang teknik, militer dan geografi, astronomi, kedokteran. Selain itu untuk memperluas berbagai kebijakan pemerintahan.

Tahun 1827 didirikan sekolah dokter di Istambul, tahun 1831 didirikan sekolah musik, 1827 sekolah teknik, 1833 sekolah ketatanegaraan. Semua siswa diperkenalkan dengan ide-ide modern barat dan filsafat tentang kebebasan berkehendak melalui buku-buku berbahasa turki di perpustakaan.

Sistem kementerian model Eropa diperkenalkan dan seluruh menteri bertanggung jawab kepada perdana menteri.

Kedutaan besar turki diberbagai negara asing dibuka kembali sehingga memungkinkan mereka melancarkan ide tandingan terhadap apa yang dilontarkan para sarjana Eropa.

Walaupun demikian, pembaharuan tidak berjalan lancar. Banyak pihak yang tadinya mendukung pembaruan, ternyata mereka bekerjasama untuk kepentingannya sendiri. Selain itu dengan dukungan sultan ahmad III, wazir agung damad ibrahim melakukan usaha-usaha besar dalam mengadopsi teknologi modern guna memperkuat pemerintahan pusat. Hal ini menyebabkan negara mengalami kesulitan ekonomi karena banyak pendapatan negara yang digunakan untuk melakukan berbagai pembenahan. Pada waktu itu banyak digunakan untuk biaya peperangan dan berbagai perjanjian internasional yang semuanya berakhir dengan kekalahan. Sehingga inflasi melambung, pajak semakin memberatkan rakyat, serta berbagai kejahatan terjadi di daerah pedesaan. Akhirnya semua oposisi berkumpul di istambul di bawah pimpinan patrona khalil untuk menggulingkan sultan dan wazir agungnya tahun 1730.

b)      Orde baru (Nijam I jedid).

Menghadapi berbagai masalah, Sultan Salim III berusaha mengembangkan struktur pemerintahan yang lebih efektif. Diantaranya adalah beliau mengangkat 12 menteri. Dalam memasukan pegawai baru tidak ada nepotisme lagi melainkan dengan rekrutmen yang sah.

Banyak sekolah dan balai pelatihan yang didirikan dan mendatangkan pengajar dari luar. Hal ini mengakibatkan pengaruh barat semakin luas.

Dalam bidang militer, Salim berusaha meningkatkan kemampuan jenisari dengan  diklat dibawah instruksi dari barat dan diwajibkan menguasai strategi dan teknologi modern. Hak istimewa menjadi jenisari yang mulanya turun-menurun diganti dengan seleksi yang ketat. Tetapi karena dianggap tidak sesuai dengan agama dan tradisi, pembaruan Salim mendapat reaksi keras oleh mereka yang anti pembaruan dan para ulama.

Mahmud II dinobatkan sebagai sultan yang baru. Dia melakukan pembaruan yang sangat luas tetapi hati-hati supaya tidak seperti Salim III. Yang pertama yaitu melakukan pencabutan otonomi administrasi para ulama dalam lembaga keagamaan dan sumbangan keagamaan, sehingga peran para ulama tersisihkan. Masih ditambah lagi dengan adanya pembubaran jenisari yang menjadikan tidak ada lagi kekuatan yang membantu ulama.

Mahmud menggantikan wazir dengan perdana menteri. Dan dalam sistem perundangan  baru, di samping hukum syariah (mengatur masalah keluarga, perkawinan, perceraian dan waris), juga ada hukum sekuler (menetapkan kewajiban pegawai pemerintahan dan hukuman bagi koruptor).

Dalam bidang pendidikan didirikan sekolah umum di daerah-daerah. Sekolah yang pertama bertujuan mempersiapkan siswa untuk menjadi tenaga administratis, sedang yang kedua menjadi penerjemah. Seperti mekteb-i Ma’arif (sekolah pengetahuan Umum) yang bertujuan mempersiapkan siswa untuk menjadi tenaga administratif, dan mekteb-i Ulum-u Edebiye (Sekolah sastra) yang bertujuan untuk menjadi penerjemah, akademi militer. Sekolah teknik, sekolah kedokteran, dan sekolah pembedahan.

Di sekolah-sekolah yang didirikan tersebut, siswa diperkenalkan dengan ide-ide modern barat dan filsafat tentang kebebasan berkehendak melalui buku-buku berbahasa turki di perpustakaan.

Mahmud juga mendirikan surat kabar pemerintahan Takvim I vekayi dan menyebarkan pikiran-pikiran modern barat kepada generasi muda turki.

Pembaruan yang dilakukan mahmud dalam bidang pendidikan menghasilkan generasi terdidik yang terbiasa dengan kebiasaan barat dan tampil sebagai elit pembaruan yang gigih menganjurkan pembaruan. Disisi lain juga menjadikan mereka tergantung pada barat baik dalam hutang maupun teknologi. Hal ini dianggap belum mampu untuk membangkitkan turki.

c)      Tanzimat (reorganisasi)

Periode setelah mahmud disebut dengan tanzimat. Dalam pengertian umum, tanzimat berarti usaha-usaha untuk memperbaiki struktur pemerintahan yang efektif. Tanzimat merupakan usaha pembaruan dari perdana menteri Ali pasha.

Abdul majid diangkat menjadi pengganti mahmud. Dia mengumumkan piagam Hatt sherif gulhane (charter of liberties), yakni pembaruan diberbagai bidang.

Dalam pemerintahanya lembaga-lembaga Islam mulai tersingkirkan karena sepenuhnya dibawah pemerintahan birokrasi yang dipegang oleh orang-orang yang kurang berbakat. Dan kekuasaan ulama dalam bidang pendidikan dipegang oleh kementerian pendidikan yang didirikan tahun 1847. Pendidikan didasarkan pada model pendidikan barat.  

Dalam bidang hukum, dibuatlah hukum yang memadukan hukum Islam dengan hukum baru.

Hatt sherif gulhane menurut ulama mereduksi peran mereka. Karena pembaruan yang dilakukan tidak lain merupakan westernisasi yang bisa membuka peluang negara-negara barat ikut campur dalam urusan kenegaraan. Sedangkan menurut barat suatu yang ragu-ragu karena peran yang diberikan kepada orang kristen dan eropa kurang memihak mereka. Hatt sherif gulhane yang kurang familiar, ditambah dengan kekuasaan sultan yang absolut dan korup dalam melaksanakan pembaruan tidak merubah keadaan.

Akhirnya muncullah reaksi dari para ulama dan juga mereka yang berpendidikan barat  yang tergabung dalam ustmani baru. Mereka menyerukan liberalisasi pembaruan yaitu tidak menolak westernisasi dan kembali kesemangat islam. Tujuan dari usmani muda untuk mendirikan pemerintahan konstitusional dan memperbaiki hukum Islam. Namik, pimpinan usmani muda, berpendapat bahwa tanzimat gagal karena pembaruan selama ini hanya membatasi untuk kepentingan sultan daripada kepentingan rakyat. Sultan yang absolut, bermewah-mewahan, dan korupsi. Padahal mereka seharusnya mematuhi syariah karena itu merupakan konstitusi yang  harus ditaati.

d)     Turki muda

Pembaruan yang dianggap bisa dilaksanakan adalah revolusi. Gerakan ini dimulai oleh mereka yang telah belajar di eropa dan memiliki keinginan untuk menjadikan turki sebagai negara yang konstitusional-liberal. Mereka menganggap bahwa dengan kekuatan senjatalah yang bisa memaklsa sultan untuk menyetujui pemerintahan konstitusional. Akhirnya pada 24 juli 1908 dikenal sebagai revolusi turki muda karena saat itu komite ittihad ve terekki mengancam akan menggulingkan sultan, dan akhirnya sultan abdul hamid menyatakan konstitusi 1876 diberlakukan kembali dan kemudian disepakati dan dilaksanakan oleh komite ittihad ve terekki.

Setelah kemenangan besar ittihad ve terekki, turki terseret keberbagai peperangan yang akhirnya menyebabkan turki kehilangan banyak wilayahnya dan gagal melaksanakan pembaruanyang dijanjikan. Tidak ada pembaruan konstitusional kecuali beberapa perubahan di bidang administrasi, ekonomi, pendidikan, dan hukum. Administrasi yang mengalami perubahan diantarnya pengadaan sistem transportasi umum, brigade kebakaran, memberi kesempatan luas kepada pribumi dalam perdagangan, mengembangkan pendidikan sekuler.



 Dampak westernisasi       

Namun hal ini tidak berjalan seperti membalikan ke dua tangan. Westernisasi  besar-besaran malah mendesak keberadaan umat Islam di sana. Karena westernisasi dilakukan tanpa menghiraukan prinsip syariah Islam sama sekali, sehingga menyebabkan munculnya perlawanan dari umat Islam di Turki. Apalagi dengan adanya kebijakan bahwa Direktorat Agama dibawah kekuasaan Perdana Menteri, menjadikan posisi umat Islam di sana semakin terdesak karena kebijakan-kebijakan yang sewenang-wenang. Bahkan menimbulkan peperangan antara umat Islam dengan pemerintah.    

Tidak hanya berdampak pada keberadaan umat Islam, werternisasi telah mempengaruhi kehidupan di turki. Westernisasi yang dianggap hanya masuk dalam lingkup pengetahuan saja, ternyata telah menyebar kedalam berbagai bidang. Baik itu dalam bidang sosial, ekonomi, hukum, budaya, serta politik. Bahkan terjadi campur tangan Barat dalam pemerintahan Turki.

Westernisasi menyebabkan turki sangat bergantung pada Eropa dalam hutang luar negeri dan alih teknologi. Selain itu juga menggeser tradisi dan budaya yang ada di turki, misalnya pada masa sultan mahmud menganjurkan pejabat mengganti pakaian tradisional dengan stelan ala barat.



     Dari Westernisasi Menuju Sekularisasi

Yang dianggap sebagai momentum pertama kontak antara Turki dengan dunia Barat adalah jatuhnya konstantinopel, ibukota Bizantium, ke tangan pasukan Turki Usmani dibawah pimpinan Sultan Muhammad II pada tahun 1453. Konstantinopel yang selanjutnya diganti menjadi Istanbul, adalah suatu kota metropolis yang berada di benua Asia dan Eropa. Inilah titik awal masa keemasan Turki Usmani, yang terus cemerlang hingga abad ke-18 dengan wilayah kekuasaan yang sangat luas membentang dari Hongaria Utara di Barat hingga Iran di Timur; dari Ukrania di Utara hingga Lautan India di Selatan.

Turki Usmani berhasil membentuk suatu Imperium besar dengan masyarakat yang multi-etnis dan multi-religi. Kebebasan dan otonomi kultural yang diberikan Imperium kepada rakyatnya yang non-muslim, adalah suatu bukti bagi dunia kontemporer bahwa sistem kekhalifahan dengan konsep Islam telah mempertunjukkan sikap toleransi dan keadilan yang luhur.

Sultan adalah sekaligus khalifah, artinya sebagai pemimpin negara, Ia juga memegang jabatan sebagai pemimpin agama. Kekhalifahan Turki Usmani didukung oleh kekuatan ulama (Syeikhul Islam) sebagai pemegang hukum syariah dan kekuatan tentara, yang dikenal dengan sebutan tentara Janisssari. Kekuatan militer yang disiplin inilah yang mendukung perluasan Imperium Usmani, dan juga yang menyebabkan keruntuhannya pada abad ke-20.

Kegagalan pasukan Turki dalam usaha penaklukan Wina pada tahun 1683, merupakan suatu awal memudarnya kecermelangan Imperium Turki. Kekalahan tersebut dimaknai sebagai melemahnya kekuatan pasukan Turki dan menguatnya pasukan Eropa. Lebih disadari lagi bahwa kekalahan itu menandai kelemahan teknik dan militer pasukan Turki. Inilah yang menjadi awal munculnya upaya mencontoh teknologi militer Barat yang dianggap telah maju. Selanjutnya kondisi ini membawa Turki Usmani pada suatu masa pembaruan atau modernisasi.

Setelah Perang Dunia I pada tahun 1918, dengan kekalahan pihak Sentral yang didukung oleh Turki, Imperium Turki Usmani mengalami masa kemuduran yang sangat menyedihkan. Satu persatu wilayah kekuasaan yang jauh dari pusat membebaskan diri dari kekuasaan Turki Usmani. Bahkan lebih buruk lagi negara-negara sekutu berupaya membagi-bagi wilayah kekuasaan Turki untuk dijadikan negara koloni mereka. Kondisi porak porandanya Imperium menumbuhkan semangat nasionalisme pada generasi muda Turki ketika itu. Pemikiran tentang identitasa bangsa dan pentingnya suatu negara nasionalis yang meliputi bangsa Turki menjadi ssuatu yang diperdebatkan.


Dari pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keruntuhan turki disebabkan oleh lemahnya birokrasi yang menyebabkan kekecewaan rakyat sehingga mereka tidak mempercayai pemerintah lagi. Faktor dari pihak Eropa yang mulai bangkit dan membalas semua kekalahan kepada Turki, sehingga Turki mengalami berbagai kekalahan dalam peperangan yang menyebabkan banyak wilayah Turki yang hilang. Dari kemunduran ini, pihak Turki mengusulkan supaya westernisasi dijalankan demi terciptanya bangsa yang maju bahkan lebih baik dari pada Eropa.