Sabtu, 24 Desember 2011

WESTERNISASI DUNIA ISLAM KASUS TURKI USMANI

Westernisasi

Westernisasi merupakan pemujaan terhadap dunia barat yang berlebihan atau dapat dikatakan sebagai pembaratan. Westernisasi yaitu sebuah arus besar yang mempunyai jangkauan politik, sosial kultural dan teknologi yang bertujuan untuk mewarnai kehidupan bangsa-bangsa terutama kaum muslimin dengan gaya barat.

 Sebab-Sebab Westernisasi

Ada beberapa hal yang menyebabkan Turki Usmani melakuan usaha westernisasi, antara lain :

1.      Kemunduran Turki Usmani dianggap sebagai penyebab karena ketika kemunduran itu dibutuhkan sebuah stretegi turki untuk bangkit yakni westernisasi. Di antara beberapa hal yang patut dipandang sebagai penyebab kejatuhan dinasti turki usmani yaitu :

·         melemahnya sistem birokrasi

·         melemahnya kekuatan militer turki usmani

·         hancurnya perekonomian kerajaan

·         muncul dan menguatnya kekuatan baru di daratan Eropa dan

·         serangan balik terhadap kerajaan turki usmani.

Pada masa awal pemerintahan, turki bisa menakhlukkan begitu banyak negara, karena turki memiliki pejabat yang berkualitas dan angkatan perang yang disiplin. Sehingga turki bisa memperluas wilayahnya hingga eropa (misalnya bizantium sampai selat bosaporus yang dilakukan oleh Orkhan). Di samping meluaskan wilayah ke Eropa, Orkhan menakhlukan wilayah di asia kecil sampai ankara. Tetapi tak selamanya kejayaan akan dialami suatu bangsa, buktinya setelah pemerintahan Sultan Sulaiman I, tanda-tanda kemunduran muncul. Misalnya, karena cara sultan memperoleh kekuasaan tidak sesuai aturan, yaitu dalam  meyakinkan pengikutnya dengan memasukan mereka ke dalam birokrasi padahal sebenarnya mereka saja tidak mengerti bagaimana berbirokrasi yang baik. Selain itu juga para sultan tidak memiliki banyak kemampuan dan lebih suka menghabiskan waktunya  di keputren dengan para harem dari pada memikirkan pemerintahanya. Hal ini jelas mengurangi wibawa seorang sultan.

Hancurnya perekonomian kerajaan karena melonjaknya penduduk yang memang tingkat pertumbuhan bertambah juga karena menurunya frekuensi penaklukan. Sehingga mendorong mereka untuk migrasi. Sedangkan ditempat yang baru mereka bekerja di tempat yang telah disediakan. Melonjaknya jumlah penduduk sedangkan bangsa sendiri sudah tak mampu memenuhi kebutuhannya, hal ini menunjukan kekacauan di bidang ekonomi. Selain itu juga karena munculnya kekuatan ekonomi dan keuangan baru di belahan eropa[3].

Munculnya kekuatan baru di Eropa, misalnya banyak penemuan bidang teknologi yang mendorong bangkitnya kekuatan baru. Dalam bidang militer, mereka mampu menciptakan senjata mutakhir, dalam ekonomi mereka berlomba-lomba menciptakan tata perekonomian dunia. Karena mereka tahu kalau Turki sedang mengurusi bangsanya yang sedang kacau, mereka mengambil kesempatan itu untuk meruntuhkannya. Mereka menyerang balik  karena Turki pernah menghancurkan negara dan merampas wilayah mereka.

2.         Wazir agung atau Sadrazam sebagai figur kunci pembaharuan berpendapat bahwa kelemahan dan kekalahan Turki menyangkut persoalan Teknis dan Militer.

3.      Banyaknya orang-orang Turki yang belajar di Eropa. Karena mereka lama tinggal di sana menjadikannya terbiasa dengan kehidupan disana baik budaya maupun tradisinya. Sehingga ketika mereka kembali ke turki mereka membawa semua itu ke negaranya.

4.      Penandatangan perjanjian kucuk kaynarca tahun 1774 memperkuat kepercayaan para pejabat akan keterbelakangan turki dalam bidang militer teknologi dan administrasi. Kenyataan ini disadari sebagai suatu yang  membahayakan bagi keberlangsungan negara. Oleh karena itu mereka melakukan westernisasi.



    Pelaksanaan

Sultan Abdul Majid I merupakan Sultan Utsmani pertama yang melakukan westernisasi pemerintahan secara resmi. Dialah yang pertama kali mengambil langkah gerakan ini dan mengeluarkan perintah resmi tentang adanya organisasi pemerintahan pada 1854 dan 1856 M.

Dengan adanya perintah resmi ini, maka dimulailah dalam pemerintahan Utsmani apa yang disebut dengan masa reorganisasi. Sebuah istilah yang sebenarnya adalah reorganisasi masalah-masalah kenegaraan di dalam pemerintahan Utsmani dengan metode Barat. Dengan dua perintah resmi ini, maka sempurnalah penyingkiran aturan-aturan syariah Islam, dan sekaligus menandai pembuatan undang-undang positif dan pendirian lembaga-lembaga.

 Sultan Abdul Majid I sangat dipengaruhi oleh menterinya, Rasyid Pasya, yang merupakan pengagum Barat dan menjadikan filsafat Freemasonry sebagai jalan hidupnya. Rasyid Pasya adalah orang yang mempersiapkan generasi pelanjut yang duduk menjadi menteri dan orang-orang penting dalam pemerintahan. Berkat perannya, mereka telah mengambil andil sangat besar dalam menggulirkan roda westernisasi yang telah ia rintis.

Pelaksanaan westernisasi terbagi ke dalam beberapa periode yaitu: Pembaharuan awal, Orde baru, Tanzimat, Turki Muda.

a)      Pembaharuan awal

Pada abad ke tujuh belas, mulai timbul kesadaran akan kemunduran Turki maka para  modernis menganggap perlunya kerajaan turki untuk mengadopsi metode yang dimiliki bangsa eropa dalam pendidikan dan kemiliteran, organisasi dan administrasi untuk menciptakan suatu perubahan dibidang pendidikan, ekonomi dan sosial yang mendukung terbentuknya negara modern.

Sehingga untuk mempercepat pembaharuan pada abad ke delapan belas, penasehat militer Eropa, mulai diperkerjakan untuk melatih orang-orang kerajaan diberbagai bidang, baik militer, teknik, dan pendidikan.  Oleh karena itu perlu ada yang mempelajari ilmu-ilmu dari eropa, maka dikirimlah para pemuda turki umtuk belajar di sana. mereka dikirim untuk mengunjungi pabrik, benteng pertahanan dan institusi yang lain. De Reochfort dipercaya untuk melatih tentara turki dalam ilmu militer  modern.

Pada tahun 1727 didirikan percetakan untuk menerbitkan buku-buku terjemahan karya Eropa bidang teknik, militer dan geografi, astronomi, kedokteran. Selain itu untuk memperluas berbagai kebijakan pemerintahan.

Tahun 1827 didirikan sekolah dokter di Istambul, tahun 1831 didirikan sekolah musik, 1827 sekolah teknik, 1833 sekolah ketatanegaraan. Semua siswa diperkenalkan dengan ide-ide modern barat dan filsafat tentang kebebasan berkehendak melalui buku-buku berbahasa turki di perpustakaan.

Sistem kementerian model Eropa diperkenalkan dan seluruh menteri bertanggung jawab kepada perdana menteri.

Kedutaan besar turki diberbagai negara asing dibuka kembali sehingga memungkinkan mereka melancarkan ide tandingan terhadap apa yang dilontarkan para sarjana Eropa.

Walaupun demikian, pembaharuan tidak berjalan lancar. Banyak pihak yang tadinya mendukung pembaruan, ternyata mereka bekerjasama untuk kepentingannya sendiri. Selain itu dengan dukungan sultan ahmad III, wazir agung damad ibrahim melakukan usaha-usaha besar dalam mengadopsi teknologi modern guna memperkuat pemerintahan pusat. Hal ini menyebabkan negara mengalami kesulitan ekonomi karena banyak pendapatan negara yang digunakan untuk melakukan berbagai pembenahan. Pada waktu itu banyak digunakan untuk biaya peperangan dan berbagai perjanjian internasional yang semuanya berakhir dengan kekalahan. Sehingga inflasi melambung, pajak semakin memberatkan rakyat, serta berbagai kejahatan terjadi di daerah pedesaan. Akhirnya semua oposisi berkumpul di istambul di bawah pimpinan patrona khalil untuk menggulingkan sultan dan wazir agungnya tahun 1730.

b)      Orde baru (Nijam I jedid).

Menghadapi berbagai masalah, Sultan Salim III berusaha mengembangkan struktur pemerintahan yang lebih efektif. Diantaranya adalah beliau mengangkat 12 menteri. Dalam memasukan pegawai baru tidak ada nepotisme lagi melainkan dengan rekrutmen yang sah.

Banyak sekolah dan balai pelatihan yang didirikan dan mendatangkan pengajar dari luar. Hal ini mengakibatkan pengaruh barat semakin luas.

Dalam bidang militer, Salim berusaha meningkatkan kemampuan jenisari dengan  diklat dibawah instruksi dari barat dan diwajibkan menguasai strategi dan teknologi modern. Hak istimewa menjadi jenisari yang mulanya turun-menurun diganti dengan seleksi yang ketat. Tetapi karena dianggap tidak sesuai dengan agama dan tradisi, pembaruan Salim mendapat reaksi keras oleh mereka yang anti pembaruan dan para ulama.

Mahmud II dinobatkan sebagai sultan yang baru. Dia melakukan pembaruan yang sangat luas tetapi hati-hati supaya tidak seperti Salim III. Yang pertama yaitu melakukan pencabutan otonomi administrasi para ulama dalam lembaga keagamaan dan sumbangan keagamaan, sehingga peran para ulama tersisihkan. Masih ditambah lagi dengan adanya pembubaran jenisari yang menjadikan tidak ada lagi kekuatan yang membantu ulama.

Mahmud menggantikan wazir dengan perdana menteri. Dan dalam sistem perundangan  baru, di samping hukum syariah (mengatur masalah keluarga, perkawinan, perceraian dan waris), juga ada hukum sekuler (menetapkan kewajiban pegawai pemerintahan dan hukuman bagi koruptor).

Dalam bidang pendidikan didirikan sekolah umum di daerah-daerah. Sekolah yang pertama bertujuan mempersiapkan siswa untuk menjadi tenaga administratis, sedang yang kedua menjadi penerjemah. Seperti mekteb-i Ma’arif (sekolah pengetahuan Umum) yang bertujuan mempersiapkan siswa untuk menjadi tenaga administratif, dan mekteb-i Ulum-u Edebiye (Sekolah sastra) yang bertujuan untuk menjadi penerjemah, akademi militer. Sekolah teknik, sekolah kedokteran, dan sekolah pembedahan.

Di sekolah-sekolah yang didirikan tersebut, siswa diperkenalkan dengan ide-ide modern barat dan filsafat tentang kebebasan berkehendak melalui buku-buku berbahasa turki di perpustakaan.

Mahmud juga mendirikan surat kabar pemerintahan Takvim I vekayi dan menyebarkan pikiran-pikiran modern barat kepada generasi muda turki.

Pembaruan yang dilakukan mahmud dalam bidang pendidikan menghasilkan generasi terdidik yang terbiasa dengan kebiasaan barat dan tampil sebagai elit pembaruan yang gigih menganjurkan pembaruan. Disisi lain juga menjadikan mereka tergantung pada barat baik dalam hutang maupun teknologi. Hal ini dianggap belum mampu untuk membangkitkan turki.

c)      Tanzimat (reorganisasi)

Periode setelah mahmud disebut dengan tanzimat. Dalam pengertian umum, tanzimat berarti usaha-usaha untuk memperbaiki struktur pemerintahan yang efektif. Tanzimat merupakan usaha pembaruan dari perdana menteri Ali pasha.

Abdul majid diangkat menjadi pengganti mahmud. Dia mengumumkan piagam Hatt sherif gulhane (charter of liberties), yakni pembaruan diberbagai bidang.

Dalam pemerintahanya lembaga-lembaga Islam mulai tersingkirkan karena sepenuhnya dibawah pemerintahan birokrasi yang dipegang oleh orang-orang yang kurang berbakat. Dan kekuasaan ulama dalam bidang pendidikan dipegang oleh kementerian pendidikan yang didirikan tahun 1847. Pendidikan didasarkan pada model pendidikan barat.  

Dalam bidang hukum, dibuatlah hukum yang memadukan hukum Islam dengan hukum baru.

Hatt sherif gulhane menurut ulama mereduksi peran mereka. Karena pembaruan yang dilakukan tidak lain merupakan westernisasi yang bisa membuka peluang negara-negara barat ikut campur dalam urusan kenegaraan. Sedangkan menurut barat suatu yang ragu-ragu karena peran yang diberikan kepada orang kristen dan eropa kurang memihak mereka. Hatt sherif gulhane yang kurang familiar, ditambah dengan kekuasaan sultan yang absolut dan korup dalam melaksanakan pembaruan tidak merubah keadaan.

Akhirnya muncullah reaksi dari para ulama dan juga mereka yang berpendidikan barat  yang tergabung dalam ustmani baru. Mereka menyerukan liberalisasi pembaruan yaitu tidak menolak westernisasi dan kembali kesemangat islam. Tujuan dari usmani muda untuk mendirikan pemerintahan konstitusional dan memperbaiki hukum Islam. Namik, pimpinan usmani muda, berpendapat bahwa tanzimat gagal karena pembaruan selama ini hanya membatasi untuk kepentingan sultan daripada kepentingan rakyat. Sultan yang absolut, bermewah-mewahan, dan korupsi. Padahal mereka seharusnya mematuhi syariah karena itu merupakan konstitusi yang  harus ditaati.

d)     Turki muda

Pembaruan yang dianggap bisa dilaksanakan adalah revolusi. Gerakan ini dimulai oleh mereka yang telah belajar di eropa dan memiliki keinginan untuk menjadikan turki sebagai negara yang konstitusional-liberal. Mereka menganggap bahwa dengan kekuatan senjatalah yang bisa memaklsa sultan untuk menyetujui pemerintahan konstitusional. Akhirnya pada 24 juli 1908 dikenal sebagai revolusi turki muda karena saat itu komite ittihad ve terekki mengancam akan menggulingkan sultan, dan akhirnya sultan abdul hamid menyatakan konstitusi 1876 diberlakukan kembali dan kemudian disepakati dan dilaksanakan oleh komite ittihad ve terekki.

Setelah kemenangan besar ittihad ve terekki, turki terseret keberbagai peperangan yang akhirnya menyebabkan turki kehilangan banyak wilayahnya dan gagal melaksanakan pembaruanyang dijanjikan. Tidak ada pembaruan konstitusional kecuali beberapa perubahan di bidang administrasi, ekonomi, pendidikan, dan hukum. Administrasi yang mengalami perubahan diantarnya pengadaan sistem transportasi umum, brigade kebakaran, memberi kesempatan luas kepada pribumi dalam perdagangan, mengembangkan pendidikan sekuler.



 Dampak westernisasi       

Namun hal ini tidak berjalan seperti membalikan ke dua tangan. Westernisasi  besar-besaran malah mendesak keberadaan umat Islam di sana. Karena westernisasi dilakukan tanpa menghiraukan prinsip syariah Islam sama sekali, sehingga menyebabkan munculnya perlawanan dari umat Islam di Turki. Apalagi dengan adanya kebijakan bahwa Direktorat Agama dibawah kekuasaan Perdana Menteri, menjadikan posisi umat Islam di sana semakin terdesak karena kebijakan-kebijakan yang sewenang-wenang. Bahkan menimbulkan peperangan antara umat Islam dengan pemerintah.    

Tidak hanya berdampak pada keberadaan umat Islam, werternisasi telah mempengaruhi kehidupan di turki. Westernisasi yang dianggap hanya masuk dalam lingkup pengetahuan saja, ternyata telah menyebar kedalam berbagai bidang. Baik itu dalam bidang sosial, ekonomi, hukum, budaya, serta politik. Bahkan terjadi campur tangan Barat dalam pemerintahan Turki.

Westernisasi menyebabkan turki sangat bergantung pada Eropa dalam hutang luar negeri dan alih teknologi. Selain itu juga menggeser tradisi dan budaya yang ada di turki, misalnya pada masa sultan mahmud menganjurkan pejabat mengganti pakaian tradisional dengan stelan ala barat.



     Dari Westernisasi Menuju Sekularisasi

Yang dianggap sebagai momentum pertama kontak antara Turki dengan dunia Barat adalah jatuhnya konstantinopel, ibukota Bizantium, ke tangan pasukan Turki Usmani dibawah pimpinan Sultan Muhammad II pada tahun 1453. Konstantinopel yang selanjutnya diganti menjadi Istanbul, adalah suatu kota metropolis yang berada di benua Asia dan Eropa. Inilah titik awal masa keemasan Turki Usmani, yang terus cemerlang hingga abad ke-18 dengan wilayah kekuasaan yang sangat luas membentang dari Hongaria Utara di Barat hingga Iran di Timur; dari Ukrania di Utara hingga Lautan India di Selatan.

Turki Usmani berhasil membentuk suatu Imperium besar dengan masyarakat yang multi-etnis dan multi-religi. Kebebasan dan otonomi kultural yang diberikan Imperium kepada rakyatnya yang non-muslim, adalah suatu bukti bagi dunia kontemporer bahwa sistem kekhalifahan dengan konsep Islam telah mempertunjukkan sikap toleransi dan keadilan yang luhur.

Sultan adalah sekaligus khalifah, artinya sebagai pemimpin negara, Ia juga memegang jabatan sebagai pemimpin agama. Kekhalifahan Turki Usmani didukung oleh kekuatan ulama (Syeikhul Islam) sebagai pemegang hukum syariah dan kekuatan tentara, yang dikenal dengan sebutan tentara Janisssari. Kekuatan militer yang disiplin inilah yang mendukung perluasan Imperium Usmani, dan juga yang menyebabkan keruntuhannya pada abad ke-20.

Kegagalan pasukan Turki dalam usaha penaklukan Wina pada tahun 1683, merupakan suatu awal memudarnya kecermelangan Imperium Turki. Kekalahan tersebut dimaknai sebagai melemahnya kekuatan pasukan Turki dan menguatnya pasukan Eropa. Lebih disadari lagi bahwa kekalahan itu menandai kelemahan teknik dan militer pasukan Turki. Inilah yang menjadi awal munculnya upaya mencontoh teknologi militer Barat yang dianggap telah maju. Selanjutnya kondisi ini membawa Turki Usmani pada suatu masa pembaruan atau modernisasi.

Setelah Perang Dunia I pada tahun 1918, dengan kekalahan pihak Sentral yang didukung oleh Turki, Imperium Turki Usmani mengalami masa kemuduran yang sangat menyedihkan. Satu persatu wilayah kekuasaan yang jauh dari pusat membebaskan diri dari kekuasaan Turki Usmani. Bahkan lebih buruk lagi negara-negara sekutu berupaya membagi-bagi wilayah kekuasaan Turki untuk dijadikan negara koloni mereka. Kondisi porak porandanya Imperium menumbuhkan semangat nasionalisme pada generasi muda Turki ketika itu. Pemikiran tentang identitasa bangsa dan pentingnya suatu negara nasionalis yang meliputi bangsa Turki menjadi ssuatu yang diperdebatkan.


Dari pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keruntuhan turki disebabkan oleh lemahnya birokrasi yang menyebabkan kekecewaan rakyat sehingga mereka tidak mempercayai pemerintah lagi. Faktor dari pihak Eropa yang mulai bangkit dan membalas semua kekalahan kepada Turki, sehingga Turki mengalami berbagai kekalahan dalam peperangan yang menyebabkan banyak wilayah Turki yang hilang. Dari kemunduran ini, pihak Turki mengusulkan supaya westernisasi dijalankan demi terciptanya bangsa yang maju bahkan lebih baik dari pada Eropa.



istiqomah

A.      Pengertian Istiqamah
Ditinjau dari segi asal katanya, istiqamah merupakan bentuk mashdar dari kata istaqama yang berarti tegak dan lurus. Sedangkan dari segi istilahnya dan substansinya, menurut beberapa sahabat Nabi SAW digambarkan sebagai berikut :
Abu Bakar al-Shiddiq.
Suatu ketika orang yang paling besar keistiqamahannya ditanya oleh seseorang tentang istiqamah. Abu Bakar menjawab, istiqamah adalah bahwa engkau tidak menyekutukan Allah terhadap sesuatu apapun.
Umar bin Khatab.
Umar bin Khatab pernah mengatakan: Istiqamah adalah bahwa engkau senantiasa lurus/konsisten dalam melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah, serta tidak menyimpang seperti menyimpangnya rubah.
Sedangkan makna istiqamah menurut Imam Nawawi adalah senantiasa berada dalam ketaatan kepada Allah.[1]

B.       Hadis yang menjelaskan tentang istiqamah
عَنْ أَبِي عَمْرو، وَقِيْلَ : أَبِي عَمْرَةَ سُفْيَانُ بْنِ عَبْدِ اللهِ الثَّقَفِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ قُلْ لِي فِي اْلإِسْلاَمِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَداً غَيْرَكَ . قَالَ : قُلْ آمَنْتُ بِاللهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ [رواه مسلم]
Dari Abu ‘Amr-atau Abu ‘Amrah-, Sufyan bin ‘Abdullah, ia berkata: “Aku telah berkata: ‘Wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku tentang Islam, suatu perkataan yang aku tak akan dapat menanyakannya kepada seorang pun kecuali kepadamu. ‘Bersabdalah Rasulullah: ‘Katakanlah: Aku telah beriman kepada Allah, kemudian beristiqamahlah kamu” (HR.Muslim).[2]
Makna hadis ini adalah :
Sufyan bin Abdillah bin Abi Rabi’ah bin Al-Harits Ats-Tsaqafi Radhiyallahu ‘Anhu berasal dari Thaif. Menjabat sebagai gubernur Thaif pada masa umar Radhiyallahu ‘Anhu. Muslim tidak meriwayatkan hadits Sufyan bin Abdillah dalam Shahihnya kecuali hadits ini. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan An-Nasai. Ibnu Hajar berkata dalam Al-Ishabah, “Sufyan masuk Islam bersama rombongan orang-orang Tsaqif dan berkata kepada nabi tentang suatu perkara yang dijadikan pegangan. Nabi berkata kepadanya, “katakanlah, “Tuhanku adalah Allah” kemudian Istiqomalah.”[3]
Dari pertanyaan sahabat di atas, yaitu Sufyan bin Abdillah Al-Tsaqafi r.a. tersirat bahwa iman dan istiqamah memiliki urgensitas yang tidak dapat digantikan dengan nilai-nilai lainnya dalam kehidupan. Ini terlihat dari pertanyaan beliau kepada Rasulullah saw., “Wahai Rasulullah, katakanlah padaku satu perkataan yang aku tidak perlu lagi bertanya pada orang lain selain padamu.” Kemudian rasulullah saw. menjawabnya dengan dua hal yang terangkai menjadi satu yaitu iman dan istiqamah.
Dua hal ini merupakan aspek yang sangat penting dalam keislaman seseorang. Karena Iman (sebagaimana digambarkan di atas) merupakan pondasi keislaman seseorang bagaimanapun ia. Tanpa Iman semua amal manusia akan hilang sia-sia. Sehingga tidak mungkin istiqamah tegak tanpa adanya nilai-nilai keimanan. Penggambaran Rasulullah saw. dalam hadits ini, seiring sejalan sekaligus menguatkan firman Allah swt. dalam Al-Qur’an tentang istiqamah (QS. Fusshilat : 30).


“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: ‘Tuhan kami ialah Allah’ kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka (istiqomah), maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.”
               
Kalimat dalam hadist: “katakanlah kepadaku tentang Islam, suatu perkataan yang aku tak dapat menanyakannya kepada seorang pun kecuali kepadamu” maksudnya adalah ajarkanlah kepadaku satu kalimat yang pendek, padat berisi tentang pengertian Islam yang mudah saya mengerti, sehingga saya tidak lagi perlu penjelasan orang lain untuk menjadi dasar saya beramal. Maka Rasulullah saw.menjawab: “Katakanlah: ‘Aku telah beriman kepada Allah, kemudian beristiqamahlah kamu.” Ini adalah kalimat pendek, padat berisi yang Allah berikan kepada Rasulullah.[4]
Dalam dua kalimat ini telah terdapat pengertian iman dan islam secara utuh. Beliau menyuruh orang tersebut untuk slalu memperbarui imannya dengan ucapan lisan dan mengingat di dalam hati, serta menyuruh agar kita secara teguh melaksanakan amal-amal shalih dan menjauhi semua dosa. Hal ini karena seseorang tidak dikatakan istiqamah jika ia menyimpang walaupun hanya sebentar.
Umar bin Khattab berkata: “Mereka (para sahabat) istiqamah demi Allah dalam mentaati Allah da tidak sedikit pun mereka itu berpaling, sekalipun seperti berpalingnya musang. ”Maksudnya, mereka lurus dan teguh dalam melaksanakan sebagian besar ketaatannya kepada Allah, baik dalam keyakinan, ucapan maupun perbuatan dan mereka  terus-menerus berbuat begitu (sampai mati). Demikianlah pendapat sebagian besar para mufassir. Begitu pula firman Allah:

“Maka hendaklah kamu beristiqamah seperti yang diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Huud ayat 112).
Menurut Ibnu Abbas, tidak satu pun ayat Al-Qur’an yang turun kepada Nabi yang dirasakan lebih berat dari ayat ini. Oleh sebab itu, Nabi pernah bersabda :
“Aku menjadi berubah karena turunnya surat Huud dan sejenisnya.
Abul Qasim Al Qusyaifi berkata: “Istiqamah adalah satu tingkatan yang menjadi penyempurnaan dan pelengkap semua urusan. Dengan Istiqamah, segala kebaikan dengan semua aturannya dapat diwujudkan. Orang yang tidak istiqamah di dalam melakukan usahanya, pasti sia-sia dan gagal. “Ia berkata pula: “Ada yang berpendapat bahwa istiqamah itu hanyalah bisa dijalankan oleh orang-orang besar, karena istiqamah adalah menyimpang dari kebiasaan, menyalahi adat dan kebisaan sehari-hari, teguh di hadapan Allah dengan kesungguhan dan kejujuran. Oleh karena itu, Nabi bersabda:
‘Istiqamah kamu sekalian, maka kamu akan selalu diperhitungkan orang”
Al Washiti berkata: “Istiqamah adalah sifat yang dapat menyempurnakan kepribadian seseorang dan tidak adanya sifat ini rusaklah kepribadian seseorang.

C.      Keutamaan Istiqamah
Istiqamah memiliki beberapa keutamaan yang tidak dimiliki oleh sifat-sifat lain dalam Islam. Diantara keutamaan istiqamah adalah :
1.    Istiqamah merupakan jalan menuju ke surga, seperti yang telah dijelaskan dalam firman Allah dalam surat Fusshilat ayat 30 :



“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.
Berdasarkan ayat di atas, istiqamah merupakan satu bentuk sifat atau perbuatan yang dapat mendatangkan ta’yiid (pertolongan dan dukungan) dari para malaikat.
2.      Istiqamah merupakan amalan yang paling dicintai oleh Allah swt.
Dalam sebuah hadits digambarkan : Dari Aisyah r.a., bahwa Rasulullah saw. bersabda, ‘Berbuat sesuatu yang tepat dan benarlah kalian (maksudnya; istiqamahlah dalam amal dan berkatalah yang benar/jujur) dan mendekatlah kalian (mendekati amalan istiqamah dalam amal dan jujur dalam berkata). Dan ketahuilah, bahwa siapapun diantara kalian tidak akan bisa masuk surga dengan amalnya. Dan amalan yang paling dicintai Allah adalah amalan yang langgeng (terus menerus) meskipun sedikit. (HR. Bukhari)
Berdasarkan hadits di atas, kita juga diperintahkan untuk senantiasa beristiqamah, yang artinya bahwa Istiqamah merupakan pengamalan dari sunnah Rasulullah saw.
3.      Istiqamah merupakan ciri mendasar orang mukmin.
Dalam sebuah riwayat digambarkan: Dari Tsauban ra, Rasulullah saw. bersabda, ‘istiqamahlah kalian, dan janganlah kalian menghitung-hitung. Dan ketahuilah bahwa sebaik-baik amal kalian adalah shalat. Dan tidak ada yang dapat menjaga wudhu’ (baca; istiqamah dalam whudu’, kecuali orang mukmin.) (HR. Ibnu Majah)

D.      Cara untuk Merealisasikan Istiqamah
Setelah kita memahami mengenai istiqamah secara singkat, tinggallah kenyataan yang ada dalam diri kita semua. Yaitu, kita semua barangkali masih jauh dari sifat istiqamah ini. Kita masih belum mampu merealisasikannya dalam kehidupan nyata dengan berbagai dimensinya. Oleh karena itulah, perlu kiranya kita semua mencoba untuk merealisasikan sifat ini. Berikut adalah beberapa kiat dalam mewujudkan sikap istiqamah :
1.    Mengikhlaskan niat semata-mata hanya mengharap Allah dan karena Allah swt. Ketika beramal, tiada yang hadir dalam jiwa dan pikiran kita selain hanya Allah dan Allah. Karena keikhlasan merupakan pijakan dasar dalam bertawakal kepada Allah. Tidak mungkin seseorang akan bertawakal, tanpa diiringi rasa ikhlas.
2.    Bertahap dalam beramal. Dalam artian, ketika menjalankan suatu ibadah, kita hendaknya memulai dari sesuatu yang kecil namun rutin. Kerutinan inilah yang insya Allah menjadi cikal bakalnya keistiqamahan.
3.    Diperlukan adanya kesabaran. Karena untuk melakukan suatu amalan yang bersifat kontinyu dan rutin, memang merupakan amalan yang berat. Karena kadangkala sebagai seorang insan, kita terkadang dihinggapi rasa giat dan kadang rasa malas.
4.    Istiqamah tidak dapat direalisasikan melainkan dengan berpegang teguh terhadap ajaran Allah swt. Allah berfirman QS. Ali Imron 101 :
“Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.”
5.      Istiqamah juga sangat terkait erat dengan tauhidullah. Oleh karenanya dalam beristiqamah seseorang benar-benar harus mentauhidkan Allah dari segala sesuatu apapun yang di muka bumi ini. Karena mustahil istiqamah direalisasikan, bila dibarengi dengan fenomena kemusyrikan, meskipun hanya fenomena yang sangat kecil dari kemusyrikan tersebut, seperti riya.
6.      Istiqamah juga akan dapat terealisasikan, jika kita memahami hikmah atau hakekat dari ibadah ataupun amalan yang kita lakukan tersebut. Sehingga ibadah tersebut terasa nikmat kita lakukan. Demikian juga sebaliknya, jika kita merasakan ‘kehampaan’ atau ‘kegersangan’ dari amalan yang kita lakukan, tentu hal ini menjadikan kita mudah jenuh dan meninggalkan ibadah tersebut.
7.      Istiqamah juga akan sangat terbantu dengan adanya amal jama’i. Karena dengan kebersamaan dalam beramal islami, akan lebih membantu dan mempermudah hal apapun yang akan kita lakukan. Jika kita salah, tentu ada yang menegur. Jika kita lalai, tentu yang lain ada yang mengnigatkan. Berbeda dengan ketika kita seorang diri. Ditambah lagi, nuansa atau suasana beraktivitas secara bersama memberikan ‘sesuatu yang berbeda’ yang tidak akan kita rasakan ketika beramal seorang diri.
8.      Memperbanyak membaca dan mengupas mengenai keistiqamahan para salafuna shaleh dalam meniti jalan hidupnya, kendatipun berbagai cobaan dan ujian yang sangat berat menimpa mereka. Jusrtru mereka merasakan kenikmatan dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan cobaan tersebut.
9.      Memperbanyak berdoa kepada Allah, agar kita semua dianugerahi sifat istiqamah. Karena kendatipun usaha kita, namun jika Allah tidak mengizinkannya, tentulah hal tersebut tidak akan pernah terwujud.














BAB III
PENUTUP

A.      KESIMPULAN
Berdasarkan asal katanya, Istiqamah berasal dari bentuk mashdar istaqama yang berarti tegak dan lurus. Sedangkan dari segi istilahnya dan substansinya, menurut Abu Bakar al-Shiddiq, istiqamah adalah bahwa engkau tidak menyekutukan Allah terhadap sesuatu apapun. Sedangkan menurut Umar bin Khatab, Istiqamah adalah bahwa engkau senantiasa lurus/konsisten dalam melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah, serta tidak menyimpang seperti menyimpangnya rubah. Dan makna istiqamah menurut Imam Nawawi adalah senantiasa berada dalam ketaatan kepada Allah.
Adapun kesimpulan hadis diatas yaitu bahwa sesungguhnya tidak dapat dipisahkan antara iman dan istiqamah. Karena konsekwensi iman adalah istiqomah. Sedangkan istiqomah merupakan keharusan dari adanya keimanan kepada Allah swt. Oleh karenanya dalam keseharian, kita cukup dengan hanya penempaan keimanan melalui sarana-sarana tarbiyah.
Se-shaleh-shalehnya seorang yang shaleh, tetap merupakan seorang manusia biasa yang tentunya tidak akan luput dari noda dan dosa. Ketika berinteraksi mengamalkan nilai-nilai tarbawi di daerah yang baru dan berbeda, tentunya akan ada banyak lobang menganga yang siap “menelan” langkah-langkah kakinya. Seperti salah dalam bertindak, sifat emosi dan marah, salah memberikan kebijakan dan lain sebagainya. Namun jika semua kesalahan tersebut “diakui” serta kemudian diperbaiki, maka insya Allah, hal ini merupakan bagian dari istiqamah. Namun sebaliknya, jika kesalahan tersebut semakin menyeretnya pada jurang kemurkaan Allah SWT, maka tentunya ia akan semakin terperosok dalam lembah kenistaan yang mendalam.


[1] Imam Nawawi. Ringkasan Riyadhush Shalihin Edisi Bahasa Indonesia.(Bandung : Irsyad Baitus salam,2006).hlm.252
[2] Ibnu Daqiq Al ‘Ied.Syarah Hadits Arbain Imam Nawawi.(Yogyakarta:Media Hidayah,2001).hlm.105
[3] http://hifzhanberau.wordpress.com/2009/05/22/sebuah-hadist-tentang-istiqomah/
[4] Ibnu Daqiq Al ‘Ied.Syarah Hadits Arbain Imam Nawawi.(Yogyakarta:Media Hidayah,2001).hlm.105-106